“Alhamdulillah, daratan tiap tahun muncul”,ujar Hasanuddin yang siang itu memakai kaos oblong hitam di bawa teduhnya dedaunan pohon mangrove yang di gagasnya berpuluh tahun, kami berbincang-bincang.
Dulunya Lingkungan Tarrusan, awalnya kampung biasa saja, yang dikelilingi oleh sungai, makanya dinamakan tarrusang. Sehingga keluarga kita disini menyebut “tarrusang” yang masyarakat disini hidupnya di laut.
Sejak melakukan penanaman sekitar tahun 1989, waktu itu saat masuk kuliah di Makassar, namun tahun 1990 orang sudah menggalakkan penanaman, era Bupati Saudin.
Hingga sekarang 8-10 hektar, dan yang belum sekitar 5 hektar. Kebetulan pak Kaids juga melakukan penaman sekiatar 2 hektar (sebelah timur) dan 40.50 persen tumbuh tingginya sudah hamper 1 meter.
Mangrove ini sebelah menyebelah, terdiri dari 3 lapis areanya. Bahkan sekarang 4 lapirs mangrovenya. Dimana disisinya sudah laut, dikembangkan jadi Wisata Mangrove.
“Harapan kami, bias mendapat bantuan. Karena mangrove ini asas manfaatnya banyak, salag satunya biota-biota laut hidup di bawa pohon-pohon mangrove ini. Sehingga ekonomi masyarakat berjalan dengan baik”asa Hasanuddin.
Beberapa tahun terakhir, mendapatkan bantuan anggaran dari Kelurahan Monro-monro Kec, Binamu Kabupaten Jeneponto termasuk bantuan dari CSR untuk MCK yang sementara dibangun.
Terlihat pula, fasilitas-fasilitas sebagai penunjang wisata mangrove tarrusang seperti dermaga (30 m) dan tahap pembenahan, diatnaranya area parkir, jembatan yang menghubungkan akses masuk ke hutan mangrove, kasebo-kasebo, dan persiapan mushallah sebagai tempat ibadah. (rk)