Di Rampi dan Seko sudah ada PT Kalla Arebamma yang luas konsesinya mencapai 14 ribu hektar dan PT Citra Palu Mineral juga memiliki lahan konsesi wilayah hutan 23.000 hektar.
Dijelaskan, hampir semua pemukiman di Rampi diklaim investor sebagai kawasan pertambangan, padahal diatasnya merupakan pemukiman penduduk.
Dijelaskan, dari awal perizinan PT Kalla Arebamma itu diduga cacat admistrasi, karena tak satupun warga yang dilibatkan dalam studi lingkungan perusahaan tambang.
Temuan yang didapatkan antara lain, PT Kalla Arebamma melakukan eksplorasi tanpa memiliki izin pinjam kawasan hutan di kecamatan Rampi. Titik eksplorasi memang di dalam kawasan hutan.
Temuan kedua, PT Kalla Arebamma tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Luwu Utara. Izin konsesi memang di luar dari wilayah pertambangan.
Selain itu, tidak melakukan konsultasi publik dengan masyarakat sekitarnya.
Juga izin lingkungan PT Kalla Arebamma sudah kedaluarsa dari tahun 2017 sampe hari ini belum ada aktivitas di Kecamatan Rampi.
Baru memobilisasi peralatan ke Kecamatan Rampi.
Tokoh pemuda Rampi, Gerson Topu mengatakan, kalau pertambangan masuk, maka akan merusak potensi pertanian alami yang tidak menggunakan pupuk.
Munculnya usaha tambang akan menimbulkan konflik, karena budaya warga akan hilang dan pertambangan juga akan merusak kebiasaan bercocok tanam masyarakat Rampi.
Masalah ketiga yakni, konsultasi publik terkait dengan izin tambang diduga dipalsukan, sehingga ada warga atas nama pemuda Rampi tetapi bukan dari Rampi. Sehingga tokoh adat akan menolak masuknya pertambangan. Bahkan diduga pemukiman warga akan diambil oleh perusahaan tambang.
Perwakilan pelajar Pemuda Seko, Roni Gatti menjelaskan, ada 9 suku adat di Seko dan Rampi dan juga memiliki aneka ragam hewan khas seperti Anoa.
Menurutnya, selaku pemuda Rampi dan Seko beserta adat setempat menyatakan menolak masuknya investasi tambang di dua daerah tersebut. (manaf)