PEDOMANRAKYAT, MAROS – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Salewangang yang berbasis di Kabupaten Maros mendapat kunjungan dari Kesekretariatan Jenderal DPR RI terkait dengan bagaimana pengimplementasian Undang-undang Bantuan Hukum No.16 Tahun 2011 selama ini di tengah masyarakat kurang mampu pencari keadilan khususnya di wilayah sekitar Kabupaten Maros.
Lebih lanjut kunjungan tersebut juga dimaksudkan untuk mengevaluasi
kelemahan-kelemahan apa saja yang dimiliki Undang-undang Bantuan Hukum yang kedepannya sudah harus direvisi atau disempurnakan demi
memaksimalkan maksud dan tujuan dari pembentukan Undang-undang
Bantuan Hukum yakni memberi bantuan jasa hukum kepada masyarakat kurang mampu.
Dalam kunjungan yang berlangsung di Kafe The Clove Kawasan PTB
tersebut, Direktur LBH Salewangang AB James Lambe, SH, Dewan Pendiri LBH Muhammad Ilyas, SH (Cika’) dan Humas LBH Muhammad Arif mengungkapkan beberapa tantangan yang dihadapi oleh LBH
Salewangang selama beroperasi dari tahun 2014 hingga kini dalam rangka menjamin dapat diaksesnya keadilan bagi masyarakat kurang mampu di Kabupaten Maros.
“LBH Salewangang telah mendapat tempat khusus di hati masyarakat
Maros dan menjadi garda terdepan tidak hanya dalam hal pemberian jasa hukum secara litigasi di pengadilan, melainkan juga melakukan perlawanan terhadap kesewenang-wenangan, ketimpangan sosial dan ketidakadilan yang muncul dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Maros,” kata Muhammad Ilyas, SH/Cika selaku pendiri LBH Salewangang yang juga merupakan seorang Kurator dan mantan kuasa hukum/legal PT. Semen Bosowa.
Lalu terkait dengan kekurangan-kekurangan UU Bantuan Hukum selama ini, menurut AB James Lambe, SH selaku Direktur LBH Salewangang, Advokat dan juga seorang Akademisi dalam bidang Hukum Internasional, bahwa “undang-undang ini mengandung banyak sekali ketidakpastian hukum dan ketidak sinkronan/disharmonisasi dengan UU lain yang berhubungan dengan bantuan hukum”.
Tambahnya, “dalam hal klasifikasi penerima bantuan hukum saja, UU Bantuan Hukum nyatanya tidak sejalan dengan UU lain seperti KUHAP, contoh : di UU Bantuan Hukum menitik beratkan segi ekonomi dalam menentukan penerima bantuan hukum, yaitu mereka yang tidak mampu, sedangkan disisi lain dalam KUHAP dinyatakan penerima bantuan hukum tidak terbatas hanya pada mereka yang kurang mampu melainkan juga mereka yang disangkakan hukuman dengan ancaman lebih dari 5 tahun atau hukuman mati”.
Tentu hal ini memberikan ketidak pastian hukum bagi OBH (Organisasi Bantuan Hukum) dalam menjalankan perannya di masyarakat, selain itu masih banyak kekurangan lain seperti :
– Klasifikasi pemberi bantuan hukum yang hanya terbatas pada LBH yang sudah terakreditasi di kemenkumham.