Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Daulat aslinya dawlah dalam Bahasa Arab, menjadi salah satu kata kunci dalam konsep berbangsa dan bernegara. Dalam Bahasa Indonesia daulat berarti kekuasaan, yang dalam Bahasa Inggris sovereignty.
Demokrasi merupakan salah satu asas atau cita-cita kenegaraan negeri yang kita cintai ini, Indonesia, yang kemudian kita mengenal ungkapan kedaulatan rakyat atau kekuasaan berada di tangan rakyat.
Tentu saja pengertian di atas benar adanya. Namun sebaiknya kita juga melihat sisi lain makna daulat. Walaupun sisi lain ini sejalan dengan makna yang sudah umum dikenal, namun juga ternyata menunjukkan adanya suatu konsep yang amat mendasar di balik makna kata daulat tersebut.
Secara epistimologi kata daulah memiliki makna giliran atau putaran. QS 59: 7, berkenaan dengan harta kekayaan. Agar supaya (harta kekayaan itu) tidak menjadi putaran pada orang-orang kaya di antara kamu saja. Juga dalam QS 3: 140, berkenaan dengan jatuh-bangunnya seseorang, kelompok atau bangsa: .... Dan begitulah masa Kami (Tuhan) buat berputar di antara manusia....
Secara harfiah, ungkapan Dawlah Abbasiyah misalnya, berarti Giliran (klan) Abbasiyah, yakni, giliran mereka untuk berkuasa.
Adanya masalah giliran itu, akibat dinamika Roda Nasib yang selalu berputar tanpa henti, sehingga seseorang atau suatu kelompok orang kadang kala berkuasa dan kadang kala dikuasai.
Kosmologi Roda Nasib ini cukup luas dianut bangsa-bangsa Arya di Timur Tengah yang ditaklukan dan dikuasai orang-orang Arab Muslim. Maka konsep Roda Nasib dengan konsep dawlah pun menjadi klop, saling mengisi, sehingga akhirnya secara semantik dawlah menjadi berarti kekuasaan atau negara.
Maka suatu pandangan amat mendasar yang terselip di balik perkataan dawlah ialah bahwa kekuasaan itu tidak langgeng. Kaum penguasa mempunyai kekuasaan hanyalah karena kebetulan dia mendapat putaran atau giliran.
Dan karena Roda Nasib terus berputar, maka giliran itu pun akan terus menggelinding, berpisah dari mereka yang kebetulan sedang berkuasa, lalu diterima atau diberikan kepada orang lain. Demikian hukum sejarah perjalanan manusia yang merupakan hukum Tuhan yang pasti.
Setidaknya, setiap kita menyadari adanya masalah perputaran Roda Nasib, dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, kita senantiasa disarankan untuk membaca QS 3: 26. Allah A'lam. ***
Makassar, 04- 11-2022