Dari sekian banyak kota besar, Jakarta merupakan satu satunya kota di dunia yang merupakan kota Kepulauan dengan 111 pulau. Sebelum dirinya menjabat, terjadi ketimpangan antara daratan dan kepulauan. Namun setelah dilakukan penataan secara terintegrasi, maka seluruh penduduk Jakarta di mana pun berada, memperoleh akses yang setara, mulai dari penyamaan harga bahan pokok termasuk pengadaan air bersih, baik di kepulauan dan daratan. Demikian pula di sisi transportasi, seluruh penduduk Jakarta bisa menikmati transportasi darat dan laut di sekitar wilayah Jakarta dengan harga yang cukup terjangkau.
“Jadi sistem transportasi di Jakarta antara kepulauan dan daratan telah terintegrasi dengan baik,” tegasnya.
Menanggapi pembangunan ke seluruh wilayah Indonesia, Anies memaparkan, perlu perencanaan yang disusun sesuai kebutuhan dan tantangan di masing-masing wilayah.
“Untuk membangun Indonesia, maka tidak boleh berfokus pada satu atau dua kawasan atau sektor saja. Tapi harus memberikan perhatian yang cukup kepada semuanya. Memang bukan waktu yang singkat untuk melaksanakannya. Namun dengan perencanaan yang komprehensif, maka pada waktunya nanti semua akan berjalan dengan baik,” terangnya.
Untuk itu Anies mengajak tim GGC KTI untuk menawarkan karyanya sebagai rekam jejak yang bisa menjadi dasar memproyeksi masa depan.
“Rekam jejak merupakan gambaran hasil karya telah dilaksanakan dan bisa menjadi pola untuk memproyeksikan masa depan,” katanya.
Anies mengakui, semua ini merupakan proses politik yang merupakan proses pengambilan keputusan dan proses pengelolaan sumber daya. Dari sisi ini, akademisi selalu diposisikan harus netral. Namun menurutnya, akademisi bukan harus netral, akademisi itu harus obyektif. Karena, netral diartikan tidak mengambil pilihan. Bila obyektif, berarti menggunakan seluruh informasi lengkap untuk mengambil keputusan dan sikap.
“Jadi sudah saatnya akademisi itu harus selalu bersikap objektif. Mari bersama-sama membawa objektifitas, gagasan dan rekam jejak untuk memajukan Indonesia di masa akan datang,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, mewakili simpul relawan dan komunitas GGC KTI, Dr. Amir Mahmud, SE., M.Si menuturkan, GGC KTI diinisiasi oleh rekan-rekan akademisi di sejumlah perguruan tinggi kawasan timur indonesia.
Diketahui, KTI yang terdiri dari 17 propinsi yang pemilihnya 41 juta jumlah pemilih. Di dalam GGC KTI banyak tokoh yang bergabung, diantaranya mantan Gubernur Sulsel dan mantan ketua DPD Golkar Sulsel HM Amin Syam yang kini menjabat Ketua Dewan Masjid Indonesia di Sulsel. Kemudian, di dalam GGC ini ada dari unsur perguruan tinggi atau akademisi, pengusaha, organisasi profesi, tokoh agama, organisasi formal dan informal.
“Mereka semua menyampaikan bahwa saat ini kita tidak memilih warna tapi melihat figur. Figur Anies muncul pada momen yang tepat dan sebagai problem solver di masa sulit ini. Masyarakat sekarang membutuhkan figur yang kompeten dan memiliki kapabilitas dalam menyelesaikan masalah di berbagai sektor. Figur Anies ini mampu menyatukan seluruh lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang sosial, suku, agama, budaya, pendidikan dan profesi. Anies memiliki kecerdasan intelektual dan religius yang memahami keberagaman masyarakat Indonesia,” tegasnya. (*)