Menyambangi Makam Karaeng Galesong (1) : Pahlawan Tak Kenal Sombong

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Catatan Fawwas Roihan Fuad (Mahasiswa Fakultas Sastra UMI, tinggal di Malang)

Pengantar :
Penulis, Fawwas Roihan Fuad, mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Muslim Indonesia (UMI) bertempat tinggal di Malang. Selama perkuliahan daring mata kuliah “Penulisan Berita dan Features” bersama kawan-kawannya di Makassar memperoleh beragam tugas dari sang dosen. Kali ini, anak ketiga dari enam bersaudara bersaudara tersebut menyambangi secara khusus Makam Karaeng Galesong, di Ngantang, sekitar 53 km dari Kota Malang. Catatan perjalanannya dimuat dua seri, mulai hari ini. (Redaksi)

Hari Minggu, 6 November 2022. Saya duduk santai di ruang keluarga setelah salat zuhur. Saya bermain Facebook sambil menunggu teman datang. Kami sudah janjian kemarin untuk bersama ke Ngantang siang ini. Sebenarnya teman saya ini ingin berangkat pagi saja. Cuma kemarin malam saya lupa membalas pesannya. Jadi terpaksa berangkat siang hari bakda zuhur.

Saya berencana mengunjungi Makam Karaeng Galesong di Ngantang. Tujuannya, menyelesaikan tugas mata kuliah “Penulisan Berita & Features” yang diberikan dosen saya di UMI Makassar. Tapi saya tidak punya sepeda motor untuk pergi ke sana. Oleh karena itu, saya meminta tolong teman tersebut sebagai pengantar.

Pukul 12.15 WIB, teman saya tiba di depan rumah dengan membawa sepeda motor Honda Beat Street hitam. Abim, teman saya itu, merupakan sahabat masa SMA dulu. Abim datang dengan mengenakan jaket “hoodie” krem dan celana “jeans” hitam. Rambutnya bergaya tentara. Tingginya lebih tinggi dari saya, sekitar 170cm lebih. Badannya agak besar.

Saya segera mengambil masker dan dompet, serta mengenakan jaket anti air berwarna hijau tua. Ibu menyuruh saya membawa jas hujan, sebab sekarang sedang musimnya hujan deras. Apalagi di Kota Batu nanti pasti akan hujan deras. Saya pun membawa satu set jas hujan hitam, kemudian memasukkannya di bagasi jok motor Abim. Setelah semuanya sudah siap, kami mulai berangkat pada pukul 12.20 WIB.

Lokasi rumah saya ada di Buring, kota Malang. Tepatnya pada Jalan KH. Malik Dalam Gang 2. Sementara Makam Karaeng Galesong ada di Jalan Indragiri, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Jadi jarak antara rumah saya dengan Makam sekitar 53 km. Cukup jauh. Beberapa puluh menit berlalu. Kami baru sampai di tengah Kota Batu. Ternyata benar kata Ibu, tiba-tiba hujan deras menimpa kami. Untung saja tadi saya membawa jas hujan. Memang hujannya tidak terlalu lama, namun sering turun-berhenti. Bahkan saat memasuki Kecamatan Pujon, masih ditemani oleh hujan deras.

Baca juga :  Tingkatkan Pelayanan Masyarakat, Polres Pelabuhan Makassar Lakukan Gelar Operasional

Pada pukul 14.40 WIB, kami sudah memasuki Ngantang. Hujan deras sudah berhenti, hanya berupa awan mendung saja. Beberapa menit kemudian, akhirnya kami berada di depan Gapura Astana Karaeng Galesong. Dua pondasi gapura terbuat dari batu templek dengan dominan warna cokelat. Di atas depan kedua pondasi terdapat patung kepala singa. Di bagian tengah atas gapura terbuat dari besi berwarna kuning dan silver. Berbentuk segitiga, namun bagian bawahnya terpotong setengah lingkaran. Dilengkapi pula dua patung naga hijau di atas kanan-kiri gapura. Terakhir, terdapat mahkota emas di pucuk atas gapura yang diapit dua ekor naga.

Pada sebelah kiri bangunan tertulis Gapura dan Asthana di sebelah kanan. Di bawah kedua tulisan itu terdapat pemilik makam, KARAENG GALESONG.

Baru melewati gapura tersebut, langsung disambut dengan suasana alam hijau. Jalan aspalnya lebih kecil dari jalan raya. Di samping kanan-kiri penuh dengan rumput panjang dan beberapa pohon. Serta, hampir tak ada rumah yang terlihat. Hanya tampak beberapa gubuk saja.

Saat di pertigaan kedua, kami belok ke kanan. Jalanannya sudah bukan aspal lagi, tapi tanah dengan bebatuan. Di sana terdapat tempat penimbangan sampah dengan bangunan yang terbuat dari seng. Kami sempat berhenti di sana, saya menghampiri seorang pria gemuk di depan gerabng bangunan untuk menanyakan lokasi Makam Karaeng Galesong. “Lurus, belok kiri, yang ada pagar besi,” jawab pria gemuk itu.

Saya kembali menaiki sepeda motor. Kemudian kembali melaju perlahan mengikuti arahan dari pria gemuk tadi. Setelah belok kiri, jalanan tanah kembali ke jalanan aspal.

Tak jauh setelah itu, kami melihat pagar besi kuning yang mengelilingi dinding batu bata berlumut. Mungkin di balik dinding tersebut adalah Makam Karaeng Galesong berada. Abim pun memarkirkan motornya di tempat parkir motor. Tepatnya di pinggir kanan jalan di sebelah kanan Makam Karaeng Galesong. Tempat parkir tersebut ditandai dengan paving. Jadi siapa saja bisa tahu kalau itu adalah tempat parkir.

Baca juga :  Oknum Anggota DPRD Makassar Diduga Peras dan Tipu Seorang Guru, Janji Dinikahi hingga Gadaikan BPKB

Saya dan Abim turun dari sepeda motor. Terlihat di sekeliling terdapat banyak makam yang bertebaran. Bahkan sampai ujung mata memandang masih tampak beberapa makam. Kuburan ini luasnya mencapai 7 hektare. Makanya, tidak heran jika ada makam di mana-mana.

Di sana, kami bertemu pria tua yang merupakan penjaga Makam Karaeng Galesong termasuk makam sekitarnya. Dia berbaju biru tua dan bercelana hitam dan ketika kami tiba sedang membersihkan dedaunan di jalanan pinggir makam menggunakan sapu lidi. Pria tua yang berumur sekitar 60 tahunan itu bernama Abdul Kahar. Biasa juga dipanggil Pak Rasyid oleh teman-temannya. Dia berasal dari Jombang dan memiliki darah keturunan orang Bugis. Tapi dia tidak pernah pergi ke Makassar. Sekarang Pak Rasyid tinggal di Ngantang bersama istrinya.

Pak Rasyid mulai menjadi penjaga Makam Karaeng Galesong pada tahun 2017. Jadi sudah hampir 6 tahun dia menjaga makam sosok yang kami sambangi. Dari dulu dia memang tertarik dengan sejarah Karaeng Galesong. Sehingga, dia mengajukan dirinya sendiri untuk menjaga makam beliau. Dia tidak menjaga sendiri, istrinya juga ikut menjaga Makam Karaeng Galesong dan sekitarnya. Istri Pak Rasyid, Teti Surwaningsih. Umurnya hampir sama dengan suaminya, sekitar 60 tahunan. Dia juga gemuk sama seperti suaminya.

Pak Rasyid mulai menuntun kami ke Makam Karaeng Galesong. Gerbang makam terbuat dari pagar besi kuning juga. Di samping kanan-kirinya terdapat gapura. Bukan gapura yang besar, hanya gapura kecil yang berupa tumpukan balok batu.

Kami pun masuk ke dalam tempat Makam Karaeng Galesong. Tempatnya berbentuk persegi panjang. Dengan panjang sekitar 20m dan lebar sekitar 5m. Seluruh lantainya memakai paving. Dan dinding semua sisi dalam balok batu penuh dengan lumut. Tapi jika dilihat dari luar, tak terlalu berlumut.

Sesaat setelah memasuki gerbang, langsung terlihat beberapa pohon muring tersebar di pinggiran dan tengah. Dihiasi dengan pohon kamboja, andong, kemuning, dan gewandari. Ada juga tong sampah berwarna cokelat yang ada di samping dinding belakang.

Awal masuk, sudah terlihat satu makam tepat di samping dinding kiri. Di sebelah kanan (dengan sedikit jeda) ada empat makam berjejer di satu tanah. Makam-makam tersebut ditandai dengan batu nisan hitam kecil dan dikelilingi balok batu berlumut sebagai pembatas antara paving dan tanah.

Baca juga :  Pangdam Hasanuddin Pimpin Pemberangkatan Offroad National Sulawesi Selatan Championship

Kelima makam tersebut tak diketahui siapa Namanya. Namun mereka adalah pusaka Karaeng Galesong. Di sebelah kanannya, barulah terdapat Makam Karaeng Galesong. Dua batu nisan Karaeng sedikit besar dari batu nisan di samping-sampingnya. Yang membedakan adalah terdapat dua lapisan balok batu yang mengelilingi makam.

Ada makna di balik dua lapisan balok batu dan dua batu nisan. Yaitu bermakna kejujuran, kecerdasan, keberanian, dan kekayaan. Makna itu yang diharapkan bisa menjadi pondasi hidup untuk orang-orang yang telah mengunjungi Makam Karaeng Galesong.

Kedua batu nisan yang tak terlalu besar juga bisa bermakna mati muda. Serta kondisi, bentuk, dan bahan makam yang sederhana menandakan bahwa Karaeng Galesong bukanlah orang yang sombong. Bahkan ada makam lain yang terlihat lebih bagus dari makam beliau.

Di samping kiri belakang makam beliau terdapat sebuah payung tudung berwarna kuning. Di belakang makam beliau, ada batu prasasti yang sebagian dilapisi batu keramik putih. Kemudian terdapat tulisan-tulisan berwarna kuning di batu tersebut.

Mulai dari paling atas, terdapat surah Al-Baqarah ayat 154, Arti dari surah itu adalah “Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.”

Kemudian tepat di bawah surah tersebut, ada sebuah teks. “Di sini makam pejuang agung yang pantang menyerah menentang VOC dan kezaliman di abad ke-17, putra Sultan Hasanuddin Raja Goa ke-16 menantu Raden Trunojoyo, murid Panembahan Giri, Panglima Perang Lasykar Makasssar di Jawa Timur”.

Di bawahnya lagi terdapat sebuah kutipan tertulis dengan huruf besar, “KARAENG GALESONG TUMENANGA RI TAPPA NA”. Kutipan tersebut merupakan nama lain dari Karaeng Galesong.

Terakhir di bawah sendiri ada tempat dan tahun makam beliau dibuat. Bertempat di Ngantang pada tahun 1420 H atau 2000 M. Dilengkapi tanda tangan yang berupa tulisan Arab “Jama’ah Ansorullah”. (Bersambung)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila Tahun 2025 di Kolaka Berlangsung Khidmat dan Penuh Semangat Kebangsaan

PEDOMANRAKYAT, KOLAKA – Dalam semangat kebangsaan yang tinggi, Pemerintah Kabupaten Kolaka menggelar Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila Tahun...

Audiensi Bersama PSMTI Sulsel, Pangdam Mayjen TNI Windiyatno Bahas Program Sosial

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Suasana kehangatan dan semangat kebersamaan terasa kental saat Pangdam XIV/Hasanuddin, Mayjen TNI Windiyatno, menerima kunjungan...

Peringati Hari Lahir Pancasila, Pangdam XIV/Hasanuddin Serukan Penghayatan Nilai Ideologi Bangsa

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Pangdam XIV/Hasanuddin Mayjen TNI Windiyatno bertindak selaku Inspektur Upacara (Irup) pada Upacara Peringatan Hari Lahir...

Kapolres Bulukumba AKBP Restu Wijayanto Hadiri Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila di Lapangan Pemuda

PEDOMANRAKYAT, BULUKUMBA – Kapolres Bulukumba AKBP Restu Wijayanto, S.I.K menghadiri dan mengikuti upacara peringatan Hari Lahir Pancasila yang...