Perjalanan dari Bulukumba ke Makassar, pada hari itu benar-benar menyenangkan. Sepanjang jalan, ada-ada saja cerita dan guyonan yang dilontarkan. Apalagi setelah muncul cerita tentang bisnis “boneka”, semakin pecah gelak tawa kami sepanjang perjalanan. Gazalba Saleh tak kalah riang tawanya.
Setelah itu, saya lalu tertidur. Bus yang kami tumpangi terus melaju. Sampai kemudian saya dibangunkan oleh seorang teman. Dia mengguncang-guncang tubuh saya, sembari meminta saya turun. Katanya, turun ki, ditraktir Gazalba Saleh beli oleh-oleh. Saya pun turun lewat pintu belakang bus.
Begitu turun, sudah ada beberapa teman antri di toko oleh-oleh. Masing-masing memilih cemilan khas Bulukumba, sesuai seleranya. Kebanyakan mengambil jagung marning, yang memang terkenal dari daerah ini.
Gazalba dengan sabar menunggu teman-temannya, sambil bertanya ke pemilik toko, sudah berapa nilai transaksinya. Disampaikan, kalau-kalau uang cash-nya tidak cukup. Katanya, kalau tidak cukup, dia akan ke ATM yang berada di seberang jalan untuk narik lagi.
Saya masih berdiri, menunggu giliran membawa oleh-oleh piliha saya ke kasir. Hari itu, saya memilih 3 jenis oleh-oleh, salah satunya bawang goreng. Jumlah ini tak seberapa, kalau saya melirik keranjang yang lain.
Begitu tulusnya Gazalba mentraktir teman-temannya. Itu yang terekam dalam ingatan saya. Sampai tiba di rumah pun, saya menceritakan kebaikan Gazalba Saleh ke keluarga. Melihat bawang goreng yang saya bawa, anak saya berujar, “Enaknya kalau ada bakso.”
Bawang goreng itu memang teksturnya terlihat renyah gurih. Namun bukan gurih itu yang terbawa hingga tulisan ini dibuat. Bawangnya sendiri sudah habis disantap. Yang masih terasa adalah kebaikan, ketulusan seorang teman, Gazalba Saleh.
Gowa, Kamis,