PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Laporan Polisi (LP) dengan Nomor : 790/XII/2021/Polda Sulsel/Restabes Makassar yang dilaporkan pada tanggal 17 Desember 2021 lalu tentang Dugaan Tindak Penyerobotan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan menghadirkan Pelapor Hj. Wafiah Syahril dengan Terlapor Ishak Hamzah hingga saat ini belum mendapatkan kepastian hukum.
Pasalnya, Penyidik Tahbang (Tanah dan Bangunan) dari Satuan Reserse dan Kriminal (Sat Reskrim) Polrestabes Kota Makassar dinilai tidak produktif dalam menjalankan Tugas, Pokok dan Fungsinya (Tupoksi) dimana sejak proses Penyelidikan awal sampai tingkat Penyidikan terdapat kejanggalan yang nyata dengan melakukan pemeriksaan seakan berpihak ke Pelapor.
Plt Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, Kompol Jupri Nasir, SH saat dikonfirmasi media ini seakan tidak memberi respon secara normatif dan hanya saling lempar tanggung jawab kepada bawahannya yaitu Ipda Iskandar.
“Penyidik telah memeriksa Buku F di Kantor Kecamatan Tamalate sehingga Unsur Pasal 167 tentang dugaan Penyerobotan Tanah terhadap Terlapor Ishak Hamzah kini telah ditingkatkan menjadi sebagai Pelaku,” ujar Kompol Jufri.
Berdasarkan atas pernyataan Plt Kasat Reskrim Polrestabes Makassar inilah sehingga membuat Bidang Hukum (Bidkum) dari Lintas Mata Nusantara, Muhammad Sirul Haq, SH menilai jikalau Penyidik Tahbang, Ipda Iskandar seakan tidak profesional dengan hanya melakukan pengembangan penyelidikan hanya pada Buku F yang notabenenya hanya salinan sehingga disinyalir dan diduga kuat ada koordinasi aktif dan konspirasi secara sistematis yang melibatkan Pelapor Hj. Wafiah Syahril dan oknum aparat penegak hukum, dimana persoalan yang ditimbulkan akibat konspirasi yang telah diskenariokan untuk mendesain gaya licik dan dengan kejinya mempertontonkan tindakan-tindakan semena-mena terhadap tindakan pembiaran yang menghambat segala proses yang ada.
“Dalam penerapan Pasal 167 ini, penyidik tidak mengungkap fakta secara Yuridis Kepemilikan dari pada pihak Klien kami. Disini kami menilai penyidik tidak melakukan tupoksinya dengan membuka secara terang benderang apa bukti Pelapor Hj. Wafiah Syahril, dimana dirinya mempunyai sertipikat yang memiliki cerita sejarah (history) sampai ia (pelapor) melaporkan klien kami,” ujar Sirul.
Selain itu, tambahnya, seharusnya penyidik menggunakan haknya dan kewajiban sebagaimana tupoksinya dalam mengungkap pembuktian-pembuktian Pelapor Hj. Wafiah Syahril sampai ke Hak Guna Bangunan (HGB) hingga status tanah itu jelas dan terang benderang.
“Akan tetapi dalam hal ini Penyidik tidak melakukan demikian, ia (penyidik) hanya mengatakan bahwa bukti Pelapor itu adalah sertifikat yang memiliki Warkah AJB di Kantor Pertanahan, maka dari itu perilaku penyidik ini kami anggap tidak normatif sebab tidak memiliki kejelasan rumusan hukum yang seimbang,” jelas Sirul.
Seharusnya fungsi Penyidik, sambungnya, harus memiliki kesamaan dan tidak boleh ada perbedaan hukum, sementara disini ada perbedaan yaitu Penyidik tidak mengungkap kebenarannya terhadap Terlapor Ishak yang telah terdaftar di Bapenda, justru cenderung untuk mempersalahkannya.