“Kita kadang punya potensi tapi tidak disadari potensi itu,” papar Jamaluddin.
Melalui materi presentasinya, disampaikan pula tentang filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, yang hari kelahirannya tanggal 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Konsep Ki Hajar Dewantara menyebut bahwa guru itu menuntun. Bagaimana memahami kodrat anak, sesuai kondisi anak di lingkungan sosialnya.
Di hadapan rekan-rekan sejawatnya, Jamaluddin menjelaskan, mendidik anak itu seperti menanam padi. Perlu diberi pupuk dan lain–lain. Dalam mendidik anak itu sesuai potensinya. Jadi kalau potensi dan bakat anak di bidang seni maka itulah yang dikembangkan. Tidak bisa dipaksakan untuk pandai dalam bidang Matematika.
“Anak-anak juga sebaiknya tidak dikekang dengan larangan atau kata-kata jangan,” tambahnya berbagi pengetahuan.
Andi Etty Cahyani, Kepala UPT SPF SD Negeri Parinring, menilai positif adanya kegiatan Diseminasi Budaya Positif yang diadakan di sekolahnya. Karena, katanya, membuat kita sadar pada apa yang selama ini dilakukan terhadap anak didik kita.
Melalui kegiatan itu, tambahnya, maka teman-teman guru juga dapat mengetahui perbedaan antara peraturan dan keyakinan kelas. Selain itu, dapat memotivasi guru-guru lain untuk mau mengikuti jejak sebagai guru penggerak.
“Saya berharap, semoga masih ada kesempatan bagi yang lain untuk jadi guru penggerak,” pungkasnya. (*/rk)