Sebaliknya Pemkab Maros dan Kota Parepare justru menyabet Piala Adipura. Publik kemudian meragukan kepemimpinan Walikota Makassar lalu memunculkan deretan pertanyaan kenapa kota Makassar yang Walikota Makassar label sebagai “Kota Dunia” justru tidak mendapatkan piala sebagai lambang kebersihan dan ketertiban tersebut ? Kenapa Makassar kalah dengan kota Maros dan Kota Pare-Pare. Padahal kepala daerahnya biasa-biasa saja sementara Wali Kota Makassar berpikir tentang kota dunia ?
Rasanya Walikota Makassar perlu merestruksi diri apakah menyalahkan “anak buah” dan menjadikan sebagai “kambing hitam” atau sumber masalah sehingga kota Makassar tidak meraih prestasi. Katanya program F8 Festival Losari berwacana dunia dan telah menghabiskan dana yang cukup banyak namun tak menjadi salah satu ukuran keberhasilan. Ataukah keberhasilan Program PKK Kota Makassar 8 Rp 8 Milyar yang memberangkatkan anggota PKK Makassar studi banding ke Bali, Malaysia, Singapura dan terakhir ke negeri Sakura tidak menjadi indikator pengembangan SDM ibu-ibu PKK.
Ataukah membenarkan tema tulisan Mulawarman bahwa “Dany Pamanto, Watak dan Blame Trap” dimana dapat ditafsirkan sosok kepemimpinan Wali Kota kita yang sombere, yang selalu menyalahkan bawahannya termasuk para kepala dinas “dikorbankan” ketika berhadapan dengan hukum.
Kita tanya lagi dengan jujur kepada wali kota di mana program yang pernah dijanjikan seperti, Pembangunan kantor pelayanan publik yang ada di sekitar taman macam, sampah tukar beras, Smart Toilet Rp 17 miliar, penggunaan rumah pribadi sebagai “kantor Walikota”, rumah kontainer, mobil listrik yang tak kunjung hadir, dan terakhir masalah banjir dianggap kesalahan alam.
Janji kembali merujuk teori sosial, Pak Walikota kerap menyalahkan jika ada kegagalan dalam pemerintahan lalu bawahan cenderung dikorbankan. Dan ini sejalan dengan watak pemimpin yang pura-pura lupa janjinya dan BlameTrap cenderung menyalahkan orang atau bermuka dua.
Tanda-tanda kepemimpinan berwatak munafik dan menikam dari belakang ? Itulah gaya kepemimpinan Dany Pomanto jika mengalami kegagalan. Sejatinya kalau gagal lebih baik mundur terhormat sebagai pertanggungjawaban publik. Dan, Watak itu hanya ada di pemimpin Jepang atau kah budaya siri na pace juga masih kental di kepemimpinan Makassar ? (***)