Polemik, Catatan Balik dari Tulisan Mulawarman : Betulkah Manajemen Tukang Sate ?

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Oleh : Hasrullah (Dosen Fisip Unhas)

TULISAN ini terinspirasi dari Catatan Kecil seorang wartawan senior di Makassar, Mulawarman pada 9 Maret 2023 berjudul “Danny Pomanto Watak dan Blame Trap”. Bukan kali ini saja Mulawarman menulis tentang Walikota Makassar. Tetapi pemikiran Mulawarman tentang watak dan Blame Trap menjadi pemantik bagi saya untuk mengulas lebih dalam tulisan itu sebab jujur saja pemikiran yang dikonstruksikan oleh Mulawarman telah menimbulkan multitafsir. Sebab yang dia sorot adalah sosok Wali Kota Makassar yang penuh kontroversi.

Penulis menangkap beberapa poin yang telah dirangkum oleh Banca lalu menggiring pada sosok seseorang. Tentunya ada yang bernada positif dan pula sebaliknya. Dalam teori-teori klasik konstruksi media, kita selalu merujuk pada pendapat Burger dan Luckman, yang merekontrukvisme dalam tiga dimensi.

Pertama adalah realisme hipotetis, kedua tim, dan ketiga konstruksisme biasa. Ketiga perspektif itu bermuara bahwa konstrukvisme dilihat sebagai proses kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada dan relasi sosial terbentuk antara individu dengan lingkungannya atau orang yang ada di sekitarnya.

Jika kita melakukan pendekatan melalui perspektif dan pemikiran Berger dan Luckman, maka yang termaktub dalam konstruksi sosial pikiran Walikota Makassar (Baca Dany Pamanto) itu adalah suatu bentuk pemikiran yang tidak sesuai dengan realitas yang telah dipraktekan melalui pola kepemimpinannya. Sebagai salah satu contoh bagaimana Walikota usai melantik bawahannya namun pada praktik proses sistesa sosial justru tanggungjawab dialog bawahan.

Padahal sebagai bawahan atau anak buah yang telah diangkat menjadi salah satu SKPD atau Kepala Dinas sudah melalui seleksi yang ketat demi mendapatkan orang terbaik untuk menjadi ujung tombak dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab. Apalagi proses rekrutmen tersebut melalui seleksi yang ketat dan berbagai alat ukur yang sudah mempunyai tingkat keterandalan yang akurat.

Baca juga :  Terima Perwakilan Warga, Bupati Irwan Nyatakan Komitmennya untuk Mengurusi Sarana Jalan di Pale'leng

Beberapa pernyataan dan konstruksi yang dibangun Walikota Makassar yakni mulai saat kegagalan Makassar meraih piala Adipura sebagai representatif lambang kebersihan dan lingkungan pada satu kota atau daerah. Atas kegagalannya meraih Piala Adipura tersebut namun pada akhirnya justru menyalahkan hewan yang berkeliaran di seputaran Antang.

Sebaliknya Pemkab Maros dan Kota Parepare justru menyabet Piala Adipura. Publik kemudian meragukan kepemimpinan Walikota Makassar lalu memunculkan deretan pertanyaan kenapa kota Makassar yang Walikota Makassar label sebagai “Kota Dunia” justru tidak mendapatkan piala sebagai lambang kebersihan dan ketertiban tersebut ? Kenapa Makassar kalah dengan kota Maros dan Kota Pare-Pare. Padahal kepala daerahnya biasa-biasa saja sementara Wali Kota Makassar berpikir tentang kota dunia ?

Rasanya Walikota Makassar perlu merestruksi diri apakah menyalahkan “anak buah” dan menjadikan sebagai “kambing hitam” atau sumber masalah sehingga kota Makassar tidak meraih prestasi. Katanya program F8 Festival Losari berwacana dunia dan telah menghabiskan dana yang cukup banyak namun tak menjadi salah satu ukuran keberhasilan. Ataukah keberhasilan Program PKK Kota Makassar 8 Rp 8 Milyar yang memberangkatkan anggota PKK Makassar studi banding ke Bali, Malaysia, Singapura dan terakhir ke negeri Sakura tidak menjadi indikator pengembangan SDM ibu-ibu PKK.

Ataukah membenarkan tema tulisan Mulawarman bahwa “Dany Pamanto, Watak dan Blame Trap” dimana dapat ditafsirkan sosok kepemimpinan Wali Kota kita yang sombere, yang selalu menyalahkan bawahannya termasuk para kepala dinas “dikorbankan” ketika berhadapan dengan hukum.

Kita tanya lagi dengan jujur kepada wali kota di mana program yang pernah dijanjikan seperti, Pembangunan kantor pelayanan publik yang ada di sekitar taman macam, sampah tukar beras, Smart Toilet Rp 17 miliar, penggunaan rumah pribadi sebagai “kantor Walikota”, rumah kontainer, mobil listrik yang tak kunjung hadir, dan terakhir masalah banjir dianggap kesalahan alam.

Baca juga :  Orang Tua, Istirahatlah

Janji kembali merujuk teori sosial, Pak Walikota kerap menyalahkan jika ada kegagalan dalam pemerintahan lalu bawahan cenderung dikorbankan. Dan ini sejalan dengan watak pemimpin yang pura-pura lupa janjinya dan BlameTrap cenderung menyalahkan orang atau bermuka dua.

Tanda-tanda kepemimpinan berwatak munafik dan menikam dari belakang ? Itulah gaya kepemimpinan Dany Pomanto jika mengalami kegagalan. Sejatinya kalau gagal lebih baik mundur terhormat sebagai pertanggungjawaban publik. Dan, Watak itu hanya ada di pemimpin Jepang atau kah budaya siri na pace juga masih kental di kepemimpinan Makassar ? (***)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Terlapor Perusakan SMP PGRI Marinding Mangkir dari Panggilan Polisi

PEDOMANRAKYAT, TANA TORAJA — Terlapor dalam kasus dugaan perusakan fasilitas SMP PGRI Marinding, Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja,...

Inovasi Pendidikan Sekolah RAMAH, Anak Bebas Perundungan

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Manajemen Pemerintahan (Pusjar SKMP) Lembaga Administrasi Negara (LAN) Makassar kembali...

Efisien dan Inovatif, Disdik Makassar Hemat Miliaran Rupiah di SPMB 2025

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Makassar tunjukkan komitmennya dalam menghadirkan layanan pendidikan yang efisien dan transparan....

Alumni UNM Nahkodai PGRI Ranting SMAN 2 Palopo

PEDOMANRAKYAT, PALOPO — Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Ranting SMAN 2 Palopo resmi memiliki kepengurusan baru. Pada Selasa,...