“Tetapi tidak dapat diterima secara akal sehat jika hal yang demikian terjadi akibat penyumbatan lemak,” sambung pengacara muda berdarah asli Kalimantan ini, lalu menambahkan bahwa riwayat medis Virendy juga tidak mendukung pernyataan pihak kepolisian.
Pihak kuasa hukum kemudian mengungkapkan sejumlah temuan terhadap kasus-kasus lama yang melibatkan Mapala di lingkungan kampus Unhas. Ia menegaskan pula bahwa pihaknya tetap melakukan investigasi secara mandiri terlepas kasus ini ditangani oleh pihak kepolisian.
“Kami juga adalah pilar penegak hukum, memiliki profesionalisme dan kapabilitas yang tidak berada dibawah penegak hukum lain (baca : Polisi, Jaksa dan Hakim).
Justru kami memiliki kesempatan yang lebih besar dalam mengungkapkan fakta ataupun kebenaran, sebab kami bisa bergerak baik di dalam maupun di luar pengadilan,” jelas Yodi Kristianto.
Ia mengatakan lagi, Penyidik tidak bisa serta merta mengabaikan pendapat profesional seorang Pengacara sebab akan menjadi salah satu pertimbangan guna mengungkapkan fakta-fakta di persidangan nanti.
Yodi Kristianto menegaskan dan memberi ultimatum pula bahwa pihaknya mulai mempertimbangkan untuk membeberkan hasil visum dan menguak fakta kematian Virendy maupun mengungkap fakta baru di ruang publik jika proses hukum tetap lambat.
“Tekanan publik dalam kasus ini cukup besar, semestinya semua pihak bisa bergerak cepat dan bekerja sama dengan baik. Pihak keluarga mengungkapkan kepada kami mengenai fakta-fakta baru terkait kematian Virendy yang tidak bisa disepelekan begitu saja. Bila perlu kami akan buka-bukaan kepada media,” terangnya.
Sejauh ini menurut Yodi Kristianto pihaknya masih menghargai pihak kepolisian sebagai sesama penegak hukum, tetapi bukan berarti pihaknya tidak akan melakukan upaya paksa jika proses hukum berjalan mandek.
“Kami punya akses ke pimpinan Polri, demikian juga ke Propam. Kami berharap pihak kepolisian tidak memaksa kami melakukan hal-hal yang akan mempertaruhkan kredibilitas institusi Polri,” tutupnya. (*)