Papua Terancam Merdeka, Prajurit TNI Terus Berguguran, RSN Desak Presiden dan DPR Berlakukan UU TNI No.34

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, JAKARTA - Dr. Rahman Sabon Nama (RSN) seorang analis politik senior mengingatkan pemerintahan Joko Widodo bahwa situasi keamanan di Papua semakin mencekam, prajurit TNI semakin banyak gugur akibat gempuran KKB, kini jaminan keamanan rakyat menjadi langka dan kedaulatan negara terancam.

Rahman mengingatkan kepada pemerintah, Kamis (27/04/2023), penyanderaan Pilot Susi Air Mr. Philip Mark Merthenz dijadikan sebagai instrumen dan komoditas politik oleh gembong KKB Egianus Kagoya untuk mendapatkan dukungan politik Internasional atas kemerdekaan Papua.

Dari laporan yang diketahuinya, paska penyanderaan Pilot Susi Air, kelompok separatis KKB pada 15 April 2023 kembali melakukan penyanderaan kepada masyarakat di Distrik Mugi dan Distrik Paru dengan ancaman di bawah todongan senjata, dengan tuntutan untuk melakukan referendum jejak pendapat rakyat oleh gembong teroris separatis KKB Egianus Kagoya.

Menyikapi situasi terbaru di Papua tersebut, Alumnus Lemhanas RI itu, yang juga menjabat Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN), mendesak Presiden Joko Widodo selaku Panglima Tertinggi TNI/Polri untuk bersikap tegas agar operasi penegakan hukum oleh polisi diganti dengan operasi militer untuk melindungi rakyat dan menjaga keutuhan wilayah kedaulatan RI.

"Sebagai payung hukum untuk melakukan operasi militer maka perlu segera ada keputusan politik antara Pemerintah/Presiden dan DPR untuk memberlakukan Undang-Undang (UU) TNI No.34 tahun 2004," pinta Rahman.

Terkait tuntutan referendum, Rahman meminta pemerintah untuk tidak memberikan toleransi apapun. Oleh karena itu Menkopolhukam, Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan dan Panglima TNI untuk melakukan pencegahan dari dukungan internasional atas tuntutan referendum dengan memberikan penjelasan kepada seluruh kedutaan besar Indonesia di seluruh dunia untuk melakukan sosialisasi, bahwa referendum Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) Papua (Act of Free Choice) sudah dilakukan lewat Resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) No.2504.

Baca juga :  Usai Baca Doa 62 Tahun Pinrang, Kadis Peternakan Meninggal, Andi Sudirman Kunjungi Rumah Duka

Bahwa Penentuan Pendapat Rakyat Papua sudah dilaksanakan sesuai dengan Amanat New York Agreement yang mengamanatkan agar pelaksanaan penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua harus dilaksanakan sebelum tahun 1969.

Maka pada tanggal 22 Agustus 1968 Sekjen PBB mengutus seorang wakilnya yaitu Dr. Fernando Ortiz Sans asal Bolivia datang ke Papua/Irian Barat untuk merealisasikan apa yang tertuang dalam pasal XX New York Agreement yaitu pelaksanaan PEPERA.

Ketika pelaksanaan dilakukan PEPERA jejak pendapat penentuan nasib sendiri penduduk Irian Barat/Papua diperkirakan penduduk Papua berjumlah 800.000 jiwa, maka setiap 750 jiwa memiliki satu wakil dalam Dewan Musyawarah PEPERA di 8 kabupaten.

Pada 24 July 1969 Kabupaten Merauke ditunjuk menjadi tempat pertama pelaksanaan PEPERA dan berakhir di Kabupaten Jayapura pada 2 Agustus 1969.
Rincian pelaksanaan diselenggarakan PEPERA adalah Kabupaten Wamena dan Jayawijaya 16 Juli 1969, Kabupaten Nabire dan Paniai 19 Juli 1969, Kabupaten Fak-Fak 29 Juli 1969, Kabupaten Sorong 26 Juli 1969, Kabupaten Manokwari 29 Juli 1969 dan Biak Kabupaten Teluk Cendrawasih 31 Juli 1969.

Menurut informasi langsung dari Papua, masyarakat Distrik Mugi dan sebagian dari Distrik Paru dan kampung-kampung sekitarnya, dimobilisasi dengan ancaman todongan senjata untuk menyerang 36 pasukan prajurit TNI dari Kostrad dan Kopasus yang ditempatkan di pos keamanan Distrik Mugi.

Rahman minta Menkopolhukam, Menteri Pertahanan dan Panglima TNI segera melakukan koordinasi untuk menyelamatkan masyarakat sipil Mugi dan sekitarnya, terutama perempuan dan anak-anak dikerahkan bergerak dari berbagai sisi untuk menyerang aparat keamanan.

Menurut catatan bahwa perkiraan masyarakat sipil yang tertembak sudah mencapai kebih kurang angka 500-1.000 jiwa, apabila ada ratusan/ribuan masyarakat sipil dijadikan tameng KKB dikhawatirkan akan tertembak oleh aparat TNI.

Baca juga :  Departemen Komunikasi FISIP Unhas Sambut Mahasiswa Disabilitas

Rahman meminta agar pemerintah segera mencegah keterlibatan negara asing yaitu China Tiongkok, Kanada, Selandia Baru, Australia, Inggris, Israel dan Amerika Serikat.

"Negara-negara itu yang selalu memainkan isu Papua di Pasifik dengan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menegakkan prinsip hukum internasional Responsibility to Protect, dalam bentuk intervensi kemanusiaan di Papua," jelas pria asal pulau Adonara NTT itu. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Indonesia Peringkat Ke-5 Penderita Diabetes Tertinggi, Tim PKM-RE Unhas Berhasil Kembangkan Inovasi Sistem Penghantaran Obat

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Eksakta (PKM-RE) Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin (Unhas), berhasil mengembangkan...

Wakil Bupati Sinjai Tekankan Pentingnya Kebersihan Lingkungan Sekolah

PEDOMANRAKYAT,, SINJAI -- Wakil Bupati Sinjai Andi Mahyanto Mazda menegaskan pentingnya menerapkan budaya hidup bersih dan sehat di seluruh...

Pesta Panen di Pekkabata, Petani Capai Hasil 8,6 Ton Per Ha

PEDOMANRAKYAT, PINRANG - Masyarakat lingkungan Cacabala, Kelurahan Pekkabata, Kecamatan Duampanua Pinrang, tumpah ruah bersama pemerintah setempat dalam rangka...

Peduli Jurnalis Korban PHK, Mentan Amran Tunjukkan Sektor Pertanian Sebagai Solusi

PEDOMANRAKYAT, JAKARTA - Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus terjadi sepanjang tahun 2025, menghantam berbagai sektor industri —...