Dalam orasinya yang berlangsung pada Rapat Senat Akademik Unhas yang dipimpin ketuanya Prof. Dr. drg. Baharuddin Thalib, M.Kes, Sp,Pros dan dihadiri Rektor Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc, mantan Rektor Unhas Prof. Dr. Basri Hasanuddin, MA, dan Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Unhas Prof. Dr. Andi Alimuddin Unde, M.Si dan beberapa Bupati di Sulsel itu, Hamzah Halim yang meraih doktor di Unhas tahun 2008 itu menegaskan, keadilan adalah soko guru bagi negara hukum dan di dalam keadilan ada suara publik yang memiliki kehendak untuk memengaruhi suatu keputusan.
“Oleh karena itu demokrasi dan nomokrasi haruslah seiring sejalan, saling melengkapi, saling menguatkan dalam konsep negara hukum kesatuan Republik Indonesia,” ujar Prof. Hamzah Halim.
Mantan Wakil Dekan 2 dan 1 Fakultas Hukum Unhas itu mengatakan, demokrasi haruslah berjalan di atas rel dalam bingkai nomokrasi. Demokrasi tanpa nomokrasi adalah “demo crazy”, otoritas dan kesewenang-wenangan oleh oligarki. Sebaiknya nomokrasi yang ada idealnya merupakan cerminan dari demokrasi kehendak rakyat.
“Vox Populi Vox Dei, suara rakyat adalah suara Tuhan,” kunci Prof. Hamzah Halim. (MDA)