PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Prinsip titik jumpa antara demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (kedaulatan hukum) adalah pada frasa permusyawaratan/perwakilan yang terdapat pada sila keempat Pancasila.
“Dalam konteks senyawa yang sama, nomokrasi Indonesia meletakkan persatuan sebagai bahasa universal manusia Indonesia. Persatuan itu bersandar pada hukum karena disesaki oleh dalil normatif bahwa tidak ada perpecahan dan itulah yang dianut dalam unitarisme,” beber Prof. Dr. Hamzah Halim, SH, MH, MAP dalam orasi ilmiah penerimaan dan pengukuhan jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unhas, Kamis (25/5/2023) di Ruang Senat Akademik Unhas Kampus Tamalanrea.
Dalam orasinya bertajuk “Pertautan antara Demokrasi dan Nomokrasi dalam Negara Hukum Indonesia”, pria kelahiran Kanang, Sulawesi Barat 31 Desember 1973 tersebut mengatakan, patut juga dipahami, musyawarah/mufakat tidak berdiri sendiri karena tetap bersandar pada konsep negara hukum.
Dalam konteks inilah ada ciri khas dari nomokrasi Indonesia lantaran model demokrasi sebagai titik kebebasan bersifat deliberatif (demokrasi deliberatif adalah model demokrasi yang legitimitasi hukumnya diperoleh dari diskursus yang terjadi dalam dinamika masyarakat), yang bertumpu pada konsensus dan semuanya haruslah didasarkan pada kesepakatan bersama warga negara bangsa.
“Untuk tetap menjaga agar nomokrasi benar-benar tidak datang dari atas – bukan kehendak kekuasaan – selain rakyat itu mengambil posisi dalam musyawarah, maka terdapat sila ‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’,” ujar Guru Besar yang saat ini menjabat Dekan Fakultas Hukum Unhas tersebut.
Dalam orasinya yang berlangsung pada Rapat Senat Akademik Unhas yang dipimpin ketuanya Prof. Dr. drg. Baharuddin Thalib, M.Kes, Sp,Pros dan dihadiri Rektor Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc, mantan Rektor Unhas Prof. Dr. Basri Hasanuddin, MA, dan Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Unhas Prof. Dr. Andi Alimuddin Unde, M.Si dan beberapa Bupati di Sulsel itu, Hamzah Halim yang meraih doktor di Unhas tahun 2008 itu menegaskan, keadilan adalah soko guru bagi negara hukum dan di dalam keadilan ada suara publik yang memiliki kehendak untuk memengaruhi suatu keputusan.