Oleh Rendika Agustianto (Guru Pondok Pesantren Showatul Is’ad Ma’rang Pangkep)
Saya pun merasa heran dengan cerita Nenek Komiroh. Merasa tersentuh dengan semua ceritanya, ternyata dua orang nenek di depan saya ini membawa sehelai kain kafan ke mana pun mereka pergi. Tiba-tiba hati saya luluh mendengar cerita keduanya. Mereka sudah menyiapkan perbekalan sehelai kain kafan jika tiba-tiba ajal menjemputnya. Tak terasa air mata ini menetes mendengar kisah mereka. Apalagi mereka sudah lama menabung untuk dapat menunaikan ibadah haji.
Setelah saya mendata berdasarkan kertas identitas yang dibawa, rupanya kedua nenek ini tinggal di hotel 203 kawasan Mahbaz Jin.
Saya pun menuntun nenek ini pulang ke pemondokannya dengan pelan-pelan. Bergegas menuju ke terminal Bab Ali yang tidak terlalu jauh dari posko kami. Dua orang nenek tua yang mengajarkan saya pada malam itu sebuah pelajaran berharga.
Kami pun naik bis dari terminal bab Ali ke Mahbaz Jin menuju hotel 203 di sektor dua. Perjalanan yang sangat singkat melewati terowongan penghubung ke Jamarat, dan tibalah kami di Halte 1 di ujung seng Hotel Nabat Mahbaz Jin. Ternyata nenek yang satunya sudah tidak bisa berjalan. Saya pun berinisiatif membungkukkan badan dan menggendong nenek Yasminah itu namun ditolaknya.
“Sudah, Nak, nenek masih kuat berjalan. Jangan kasihani nenek,” tolaknya halus. “Nenek sudah lama menabung ingin ke sini. Ingin melihat ka’bah dan melaksanakan ibadah haji. Nenek tinggal sendiri di Padang, anak-anak nenek banyak yang sudah merantau ke daerah lain,” tuturnya.
“Sebelum ke Makkah, nenek sudah bercerita kepada anak-anaknya jika dia meninggal di Tanah Haram ini mohon diikhlaskan. Mohon didoakan supaya kubur nenek lapang,” ujarnya sambil saya merangkulnya berjalan menuju hotel 203.
Saya pun menuntun mereka berdua menuju ke Hotel Absyi Al Ihsan. Tak terasa air mata saya jatuh. Saat-saat seperti itu benar-benar menjadi pengalaman berharga yang tak mungkin dilupakan. Dua orang nenek yang sudah ikhlas menerima takdir dari sang pemberi takdir.
Sampailah kami di hotel Absyi al Ihsan. Saya tuntun nenek itu menuju ke kamarnya dengan lift.
Mereka menempati kamar di lantai 5, dan ternyata rombongan kloternya di lantai tersebut masih belum datang. Saya menduga mereka masih di Masjidil Haram menunaikan salat isya atau mungkin saja melaksanakan I’tikaf.