– Yaitu kemudian sebanyak 246 bidang tanah tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat untuk dilakukan pembayaran ganti kerugian oleh satgas A dan Satgas B yang dibentuk dalam rangka Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk kepentingan umum tersebut;
– Yaitu BERDASARKAN FOTO CITRA SATELIT YANG DIKELUARKAN PADA TAHUN 2015 OLEH BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG), NAMPAK BAHWA EX KAWASAN HUTAN TERSEBUT PADA TAHUN 2015 MASIH MERUPAKAN KAWASAN HUTAN DAN BUKAN MERUPAKAN TANAH GARAPAN SEBAGAIMANA KLAIM MASYARAKAT, dengan demikian lahan tersebut tidaklah termasuk dalam kategori sebagai lahan Garapan sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan.
– Yaitu setelah dinyatakan memenuhi syarat oleh Satgas A dan Satgas B untuk dilakukan pembayaran ganti kerugian terhadap 246 bidang tanah tersebut, kemudian dituangkan dalam Daftar Nominatif Pengadaan Tanah Bendungan Paseloreng yang selanjutnya diserahkan kepada Konsultan Jasa Penilai Publik untuk menilai harga tanah dan tanaman serta jenis dan jumlahnya, namun dalam pelaksanaannya KJPP yang ditunjuk hanya menilai harga tanah dan tidak melakukan verifikasi jenis dan jumlah tanaman tetapi hanya berdasarkan sampel.
– Yaitu kemudian berdasarkan hasil penilaian harga tanah dan tanaman tersebut BBWS Pompengan meminta LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara) Kementerian Keuangan sebagai Lembaga yang membiayai pengadaan tanah tersebut, sehingga LMAN melakukan pembayaran terhadap bidang tanah sebanyak 241 bidang tanah seluas + 70,958 Hektar dengan total pembayaran sebesar Rp. 75.638.790.623.
– Yaitu oleh karena 241 bidang tanah tersebut merupakan ex-Kawasan hutan yang merupakan tanah negara dan tidak dapat dikategorikan sebagai lahan/tanah garapan, maka pembayaran 241 bidang tanah telah berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp. 75.638.790.623 karena pengadaan tanah yang berstatus kawasan hutan, instansi yang memerlukan tanah cukup mengajukan permohonan pelepasan status kawasan melalui Gubernur kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Leonard Eben Ezer Simanjuntak meminta kepada pihak-pihak yang terlibat dalam perkara ini untuk koperatif dan tidak melakukan tindakan yang dapat menghilangkan barang bukti sehingga dapat mempersulit jalannya pemeriksaan.(Soetarmi/Hdr)