Denny Siregar yang sebelumnya tidak mempunyai pengalaman produksi film kemudian bersama dengan Enden Fitriani membentuk PT Cakra Film Indonesia untuk menjadi entitas yang akan bekerjasama dengan Telkomsel serta menerima sponsorship sebesar 51 miliar rupiah, padahal mereka belum pernah memproduksi 1 film pun dan CAKRA Film adalah perusahaan yang baru dibentuk 1 bulan sebelum kontrak terjadi. Hal ini mengindikasikan terjadinya kolusi dalam proses kerjasama ini.
Selain itu, penunjukkan langsung tanpa lelang dengan nilai kontrak melebihi pagu yang ditentukan berpotensi melanggar hukum. Padahal telkomsel merupakan entitas anak usaha BUMN yang patuh dengan aturan PERPRES No 12/2021 tentang pengadaan barang dan jasa.
Selain itu, Denny juga diduga menerima uang cash secara ilegal dari telkomsel sebesar 7,5 miliar rupiah dan sebagian digunakan untuk membayar jasa pengacaranya, Otto Hasibuan, ungkap @Logikapolitik.
Salah satu hal yang disorot dari kerjasama ini adalah pola pembagian keuntungan yang tertera sebesar 70 persen keuntungan bagi pihak Denny, dan 30 persen bagi pihak Telkomsel. Angka ini patut diduga bermasalah karena menimbulkan kerugian negara.
Pihak Telkomsel juga dituduh membuat kontrak yang sangat lemah. Karena kerjasama ini bisa diakhiri lebih awal salah satunya jika film yang sudah ditayangkan hanya bisa mencapai kurang dari 150.000 penonton.
“Hal ini sangat janggal karena jauh di bawah angka wajar suatu film bisa kembali modal jika bisa mencapai angka jutaan penonton,” tutup Agby. (*)