PEDOMAN RAKYAT, MAKASSAR - Di dalam wacana media kerap disamakan antara penguasa dan pemimpin. Kedua kata ini seolah dianggap identik. Namun kalau merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kedua kata ini jelas berbeda. Penguasa adalah orang yang menguasai atau orang yang berkuasa untuk dapat menyelenggarakan sesuatu, memerintah, dan sebagainya.
“Dengan kata lain, penguasa adalah pemegang kekuasaan, sedangkan pengertian pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki superioritas tertentu, sehingga dia memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakkan orang lain, melakukan usaha bersama guna mencapai sasaran atau tujuan tertentu,” kata Prof.Dr.Aminuddin Ilmar, S.H., M.H. dalam prolog bukunya berjudul “Kepemimpinan Pemerintahan” yang diluncurkan Wali Kota Makassar Ir.Mohammad Ramdhan Pomanto di Hotel Aryaduta Makassar, Rabu (31/1/12024).
Peluncuran buku setebal 142 halaman yang diterbitkan Unhas Press tersebut dipandu Dr.Ady Suryadi Culla tersebut menampilkan dua pembicara, yakni Drs.Andi Muh.Arsyad, Pj Sekretaris Provinsi Sulsel, Prof.Dr. Phil Syukri Tamma, Dekan FISIP Unhas, dan Pembicara Kunci (Keynote Speaker) Wali Kota Makassar Ir.Mohammad Ramdhan Pomanto. Tampak hadir sejumlah pejabat di antaranya Sekda Kota Makassar Firman Hamid Pagarra, Sekda Kabupaten Barru Dr.Abustan, M.Si, Ketua DPRD Soppeng H.Syahruddin M.Adam, S.Sos, M.M. Ketua PKK Kota Makassar Ny.Indira Yusuf Ismail, dan kalangan kampus serta tokoh lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Aminuddin Ilmar, maha guru Fakultas Hukum Unhas yang dilahirkan di Sengkang 10 September 1964 ini mengatakan, meskipun antara penguasa dan pemimpin itu berbeda, namun penguasa sudah pasti bisa disebut pemimpin. Namun pemimpin belum tentu dapat disebut sebagai penguasa. Seorang penguasa seringkali menuntut dipenuhi segala keinginannya atau kehendaknya. Sedangkan bagi seorang pemimpin lebih mengkedepankan melaksanakan apa yang telah dijanjikan kepada rakyat yang telah dipimpinnya disertai dengan perencanaan yang matang dan dapat mengambil keputusan yang tepat.
“Selain itu, seorang pemimpin mampu memberikan arahan yang tepat dengan menjunjung tinggi kerja sama.” sebut Aminuddin Ilmar dalam karyanya yang ke-11 tersebut.
Mohammad Ramdhan Pomanto mengutip hadis mengatakan, pada seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya sebagai seorang pemimpin. Kepemimpinan sebenarnya ada pada setiap orang, namun dengan syarat harus terlebih dahulu mampu memimpin dirinya sendiri. Dalam pertanggungjawaban kepemimpinannya, dia harus mampu menjawab dan mengatasi kesulitan masyarakat.
“Seorang pemimpin pertama harus mampu mendengar, meskipun tidak semuanya harus didengar,” ujar Danny Pomanto, panggilan akrab sarjana Artsitektur Unhas ini.
Menurut Ali bin Abi Thalib, kata Danny, seorang pemimpin adalah bila dia berada dan dkelilingi oleh para pengikutnya. Namun ketika duduk bersama dengan pengikutnya, dia tidak terlihat sebagai pemimpin. Ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus berbaur dengan rakyatnya. Ali bin Abi Thalib termasuk sosok pemimpin teladan pada masa sepeninggal Nabi Muhammad saw. Dalam catatan sejarah, dia merupakan salah seorang khalifah yang rajin mengirim pesan-pesan tertulis kepada para bawahannya.
''Pemimpin itu harus bisa melihat dengan mata rakyat, harus mengerti bahasa rakyat, dan merasakan perasaan rakyat. Memajukan kemakmuran rakyat adalah tugas setiap pemimpin,” ucap Danny mengutip sifat kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.
Kata Danny lagi, pemimpin itu beragam. Ada pemimpin proyek yang berpikir setahun sekali. Ada pemimpin politik yang berpikir lima tahun sekali. Adapula pemimpin yang negarawan yang berpikir melewati masa jabatannya,” ucap Danny.
Pj Sekprov Sulsel Andi Muh.Arsyad mengatakan, hal yang paling banyak dialami para pemimpin adalah politisasi birokrasi. Dia menyebut itu terjadi ketika menghadapi pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres) seperti saat ini.
“Kalau menjelang kedua peristiwa itu pegawai bisa ‘dumba-dumba’ (deg-degan) karena pemerintahan tidak bisa berjalan tanpa intervensi politik,” ujar Andi Muh.Arsyad.
Bagi para karyawan, kekhawatiran dalam agenda nasional seperti itu kerap menimbulkan ketidakpastian karena tidak ada sistem yang memberikan imunitas tanpa intervensi politik kepada aparatus. Jika kepemimpinan lemah, kelak akan berefek. Perlu ada sistem yang bisa memproteksi aparatur sesuai dengan sistem pemerintahan yang baik.
Dekan FISIP Unhas Prof. Dr. Phil Syukri Tamma menegaskan, pemimpin harus hati-hati dalam melaksanakan tugasnya, Sebab, seorang pemimpin merupakan muara etika. Muara dari semua aspek.
“Pemimpin adalah ‘role mode’,” ujar Prof. Syukri.
Banyak pemimpin yang hanya ingin wewenangnya jalan, tetapi tidak mau mengambil risiko dan menerima konsekuensi. Padahal, seorang pemimpin harus seiring dengan tanggung jawabnya dan siap menerima konsekuensi atas kepemimpinannya. (MDA)