Pada tahun 2018 Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo pada peringatan Hari Pers Nasional menyebutkan, Indonesia memiliki sekitar 47.000 media massa, terdiri atas media cetak, radio, televisi, dan media online. Dari jumlah itu 2.000 di antara adalah media cetak, 674 radio, 523 televisi, termasuk lokal dan selebihnya media daring. Jumlah itu mengantar Indonesia menjadi negara dengan media massa paling banyak di dunia. Meskipun demikian, banyak tantangan yang harus dihadapi oleh wartawan dalam mengemban tugas kewartawanan.
Tantangan yang paling dominan adalah berkaitan dengan profesionalitas wartawan. Agus Sudibyo (2004) dalam bukunya berjudul “Ekonomi Politik Media Penyiaran” mengatakan, akhir-akhir ini marak muncul wartawan dengan tingkat profesionalisme yang rendah. Ia menyebutnya dengan wartawan “kagetan”, meskipun tenaga mereka memang dibutuhkan, sehingga sungguh tidak realistis menggugat kualifikasi mereka. Oleh sebab itu, yang perlu digalakkan adalah pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi mereka.
Jika kita merujuk kepada pekerjaan wartawan sebagai satu profesi, maka sewajarnya profesi in kemudian muncul langkah menciptakan indikator wartawan yang kompeten dengan adanya uji kompetensi wartawan (UKW) yang dicanangkan pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Palembang pada tahun 2010. Uji kompetensi ini secara alamiah atau kemampuan akan menyeleksi mereka yang memiliki kompeten menggeluti pekerjaan ini atau tidak, terutama para wartawan produk akhir-akhir ini yang hanya bermodalkan kemampuan mengoperasi piranti teknologi.
Ke depan, mau atau tidak mau setiap wartawan harus mampu beriringan dengan perkembangan teknologi informasi ini dengan memperkaya diri dengan kapasitas diri yang kaya akan keterampilan jurnalistik, wawasan, dan kesadaran akan ketaatan terhadap etika dan aturan (UUD 1945, UU No.40/1999, Kode Etik Jurnalistik, dan perundangan lainnya). Semua modal dan bekal kompetensi wartawan ini sangat tangguh menghadapi berbagai ancaman eksternal terthadap profesi kewartawanan.
Dengan kemampuan dan kompetensi tersebut, para pekerja pers mampu menghasilkan karya jurnalistik yang bernas dan bermanfaat bagi masyarakat yang sedang digerogoti oleh disrupsi informasi yang lebih banyak bersifat bohong (hoax) yang ditawarkan media sosial. Tidak hanya itu, informasi yang disajikan pun tanpa landasan etika sebagaimana yang dikenal dalam jurnalisme kita. Media arus utama juga dituntut mengimbanginya dengan melaksanakan jurnalisme konvergensi atau “multitasking journalism”. Selain itu, setiap sosok wartawan harus mampu menjadi wartawan andal bagi diri dan masyarakatnya.
Selamat Hari Pers Nasional 2023. (*).