Perjalanan Tri-Lintas Musdah Mulia (1) : Kembara Menuju Keberagaman Tanpa Batas

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Lalu, ibunya, Hajjah Buaidah Ahmad (lahir tahun 1939), adalah gadis pertama di desanya melanjutkan pendidikan ke pesantren yang terletak di Mangkoso, Bareru. Jaraknya ketika itu ditempuh lebih dari dua hari perjalanan karena belum ada jalan yang langsung ke sana dan juga harus berganti-ganti kendaraan. Hal itu bisa terjadi karena neneknya bertekad menyekolahkan anak-anak perempuannya, sebab ia sendiri dulunya dilarang bersekolah. Neneknya tak peduli meski harus dirundung habis-habisan oleh orang sekampung. Nenek melihat harus ada perubahan. Syukurlah ia bersikeras karena keputusannya itu pun kemudian memengaruhi hidup Musdah. Dan bagaimana sejak dini Musdah belajar bahwa perempuan berhak memperoleh pendidikan, setara, dan merdeka.

Dalam berbagai kegiatan dan peristiwa yang dihadirinya, Musdah memperhatikan jumlah perempuan yang terlibat sebagai pembicara atau peran penting lainnya kadang masih minoritas. Bahkan, di beberapa forum dia mendapati dirinya sendirian perempuan sebagai narasumber. Itulah mengapa dia selalu tergerak untuk menyuarakan pentingnya keadilan dan kesetaraan gender.

Salah satu berkah memimpin organisasi lintas agama — “Indonesia Conference on Religion and Peace “ (ICRP) adalah seringnya dia diundang ke konferensi internasional dari berbagai agama besar di dunia. Tentu banyak pembelajaran yang dipetik dari kehadirannya di berbagai konferensi keagamaan tersebut. Paling tidak, Musdah dapat belajar tentang ajaran berbagai agama dan itu sangat menyenangkan. Sekaligus dia dapat mengamati langsung perilaku keagamaan dari para pemeluk agama yang berbeda dan mempelajari isu-isu keagamaan yang mengemuka di lingkungan mereka.

Undangan kepada Musdah berdatangan dari berbagai organisasi dan universitas di seluruh dunia. Musdah bahkan sering heran dari mana mereka mendapatkan kontaknya. Setelah dia bertanya, ternyata para pengundang ini kerap menemukan nama Musdah justru dari berbagai pemberitaan buruk atas dirinya yang dilakukan sejumlah media dan blog milik kelompok-kelompok yang sering mengatasnamakan diri sebagai pembela Islam atau sering juga disebut kelompok Islam garis keras.

Baca juga :  Piala Dunia 2022 Qatar : Belanda Bentrok dengan Argentina di Delapan Besar

Pada masa awal reformasi (1998-2004) Musdah dan teman-teman pro-demokrasi gencar menyuarakan pandangan keislaman yang akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan universal. Hal yang paling membuat kelompok tradisional marah adalah ketika Musdah dan Tim Pengarusutamaan Gender Kementerian Agama pada tahun 2004 me-”launching” draft pembaruan hukum keluarga Islam. Draft itu kami beri nama “Counter Legal Draft” Kompilasi Hukum Islam (CLD KHI). Draft itu merupakan hasil penelitian yang panjang dari sebuah tim yang bekerja secara serius selama kurang lebih dua tahun.

Karya pembaruan hukum Islam itu menyulut amarah banyak pihak, terutama mereka yang memiliki pandangan sangat tertutup. Sejak itu Musdah sering mendapatkan stigma dan bullying, ancaman dan intimidasi, bahkan dianggap halal darahnya karena sudah dianggap kafir dan sebagainya. Sungguh aneh, padahal yang dia lakukan hanyalah menyuarakan Islam yang dia yakini, yaitu Islam yang moderat (al-wasatiyyah) dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, khususnya keadilan kepada seluruh kelompok tanpa memandang kelas sosial, suku bangsa, agama, gender, dan orientasi seksual mereka.

Lebih aneh lagi, sebagian besar mereka yang tidak suka dengan gagasan dan pemikiran Musdah ternyata belum pernah membaca tulisan-tulisannya! Mereka hanya membaca pandangan orang lain tentang pemikirannya. Inilah risiko hidup di zaman post truth. Banyak orang yang tidak bisa membedakan antara fakta dan hoaks!
Kelompok-kelompok Islam garis keras di Indonesia memang menguat sejak masa Orde Baru yang represif berakhir pada 1998 dan digantikan dengan Orde Reformasi yang menjanjikan demokratisasi. Namun proses demokratisasi ibarat membuka jendela.

Tak hanya udara segar yang masuk, tapi juga berbagai macam kuman, virus, dan serangga ikut masuk. Demikianlah yang terjadi di negeri ini. Begitu kran demokrasi terbuka, kelompok garis keras yang sudah menunggu sejak lama, bahkan sejak masa Orde Baru, memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya. (Bersambung).

1
2
TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Pagi Ulang Tahun Mentan Amran : Usia 57 yang Penuh Keajaiban

PEDOMANRAKYAT, JAKARTA - “Usia 55 dan 57 bukan cocokologi, bukan kebetulan. Ini rancangan Allah, jelas terpampang dalam Surah...

Ir. Kamaluddin Resmi Nahkodai AABI, Fokus Tingkatkan Kualitas Infrastruktur

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Ir. Kamaluddin, MT.,IPM.,Asean Eng., terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Anemer...

Sambut Hari Pongtiku, Bupati Dedy : Bangsa yang Besar Adalah Bangsa yang Menghargai Jasa Pahlawannya

PEDOMANRAKYAT, TORAJA UTARA.- Event The Legend Of Pongtiku akan kembali dihelat di Kabupaten Toraja Utara pada bulan Juni...

Rupaka Hair Studio, Tempat Perawatan Rambut yang Tepat di Makassar

PEDOMAN RAKYAT - MAKASSAR. Rambut adalah mahkota bagi setiap orang, dan merawatnya dengan baik sangat penting untuk menjaga...