Perjalanan Tri-Lintas Musdah Mulia (1) : Kembara Menuju Keberagaman Tanpa Batas

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Pengantar

Cendekiawati muslimah Prof.Dr.Musdah Mulia, M.A. pada tanggal 22 Februari 2024 meluncurkan bukunya berjudul “Perjalanan Lintas Batas, Lintas Agama, Lintas Gender, Lintas Negara” di Auditorium Perpustakaan Nasional Jl. Medan Merdeka Selatan 11 Gambir Jakarta. Dipandu penulis Feby Indirani, tiga pembahas tampil dalam peluncurtan buku setebal 630 halaman yang diterbitkan Yayasan Obor Indonesia itu, Mereka masing-masing: Bambang Harimurti (wartawan Tempo), Prof.Dr.Sulistyowati Irianto M.A. (Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia) dan Prof.Dr.Ahmad Najib Burhan, M.A., M.Si, Ph.D. (Peneliti di Bidang Ilmu Sosial Budaya dan Kajian Agama di Badan Riset dan Inovasi Nasional -- BRIN), dan tentu saja sang penulis Prof.Dr.Musdah Mulia, M.A. Wartawan media ini M.Dahlan Abubakar yang sempat mengikuti peluncuran buku tersebut mulai hari ini menurunkan beberapa catatannya. (Redaksi)

Hidup telah membawa Musdah Mulia mengembara. Dia kerap menempuh perjalanan-perjalanan tak terduga. Tak hanya perjalanan tersebut membawa diri secara fisik, tapi juga membukakan pikirannya terhadap banyak sekali pengetahuan dan pengalaman baru. Tentu saja, banyak hal dalam perjalanan tersebut yang menyuburkan pertumbuhan intelektual dan spiritualnya.

Musdah menghitung jumlah perjalanannya ke berbagai negara selama kurun waktu 2000-2020, ternyata lebih dari 160 perjalanan, dan 80% perjalanan tersebut dibiayai oleh panitia pengundang. Selebihnya merupakan perjalanan dinas, dibiayai oleh pemerintah Republik Indonesia dalam posisinya sebagai anggota delegasi pemerintah yang menghadiri pertemuan internasional.

Hanya satu perjalanan yang dia biayai sendiri yaitu ketika melakukan retret di Brahma Kumaris, India. Musdah sungguh berterima kasih tiada terhingga kepada Sang Maha Rahman atas karunia-Nya yang begitu berlimpah.

Tidak semua perjalanan tersebut dia tuliskan dalam buku ini. Hanya perjalanan yang mengandung nilai-nilai positif, konstruktif dan edukatif yang dianggap berkesan dan penting dibaca orang lain. Sebagai contoh, perjalanan ke kota Oslo, Norwegia tidak dia tulis secara detil. Sebab, itu hanyalah sebuah perjalanan wisata memenuhi undangan Duta Besar Indonesia di sana yang kebetulan pernah menjadi atasannya di Kementerian Agama.

Baca juga :  Mewakili Kecamatan Sinjai Utara, Masjid Jami Nailul Ma'ram Dipilih Sebagai Masjid Percontohan

Berbagai kisah perjalanan ini dia bagikan kepada pembaca dengan harapan agar “sharing” pengalaman ini akan menggugah kesadaran pembaca merajut lebih banyak kasih sayang, empati dan perdamaian demi masa depan peradaban yang lebih baik.

Sebagian besar perjalanan di dalam buku ini dia jalani sendirian, bukan dengan rombongan. Sementara, masyarakat muslim di berbagai belahan dunia masih meyakini haram hukumnya perempuan berjalan sendirian, tanpa mahram atau muhrim. Tidak heran jika perjalanannya ke tempat-tempat yang jauh pun masih mengundang keheranan sebagian orang. Sebab, masih kuat stigma yang melekat bahwa perempuan muslim tidak boleh keluar rumah jika tidak ditemani mahramnya.

Bagi Musdah, perempuan bepergian sendirian sama sekali bukan hal aneh. Nenek dari ibunya bernama Hajjah Fatimah Nuhung (wafat tahun 1995) adalah perempuan perkasa dan sangat mandiri. Melaksanakan ibadah haji pertama kali pada tahun 1936. Setelah suaminya meninggal dan semua anaknya telah menikah dia menjalani kehidupan yang berbeda dari kebanyakan perempuan di masanya. Dia melakukan ‘traveling’ sendirian, hampir setiap tahun melakukan perjalanan silaturahim mengunjungi sanak-keluarganya di Jawa dan Sumatera.

Lalu, ibunya, Hajjah Buaidah Ahmad (lahir tahun 1939), adalah gadis pertama di desanya melanjutkan pendidikan ke pesantren yang terletak di Mangkoso, Bareru. Jaraknya ketika itu ditempuh lebih dari dua hari perjalanan karena belum ada jalan yang langsung ke sana dan juga harus berganti-ganti kendaraan. Hal itu bisa terjadi karena neneknya bertekad menyekolahkan anak-anak perempuannya, sebab ia sendiri dulunya dilarang bersekolah. Neneknya tak peduli meski harus dirundung habis-habisan oleh orang sekampung. Nenek melihat harus ada perubahan. Syukurlah ia bersikeras karena keputusannya itu pun kemudian memengaruhi hidup Musdah. Dan bagaimana sejak dini Musdah belajar bahwa perempuan berhak memperoleh pendidikan, setara, dan merdeka.

Baca juga :  Bakal Kawal Suara AMIN, Ratusan Relawan Gelar Deklarasi Gerakan Rakyat Kawal TPS

Dalam berbagai kegiatan dan peristiwa yang dihadirinya, Musdah memperhatikan jumlah perempuan yang terlibat sebagai pembicara atau peran penting lainnya kadang masih minoritas. Bahkan, di beberapa forum dia mendapati dirinya sendirian perempuan sebagai narasumber. Itulah mengapa dia selalu tergerak untuk menyuarakan pentingnya keadilan dan kesetaraan gender.

Salah satu berkah memimpin organisasi lintas agama -- “Indonesia Conference on Religion and Peace “ (ICRP) adalah seringnya dia diundang ke konferensi internasional dari berbagai agama besar di dunia. Tentu banyak pembelajaran yang dipetik dari kehadirannya di berbagai konferensi keagamaan tersebut. Paling tidak, Musdah dapat belajar tentang ajaran berbagai agama dan itu sangat menyenangkan. Sekaligus dia dapat mengamati langsung perilaku keagamaan dari para pemeluk agama yang berbeda dan mempelajari isu-isu keagamaan yang mengemuka di lingkungan mereka.

Undangan kepada Musdah berdatangan dari berbagai organisasi dan universitas di seluruh dunia. Musdah bahkan sering heran dari mana mereka mendapatkan kontaknya. Setelah dia bertanya, ternyata para pengundang ini kerap menemukan nama Musdah justru dari berbagai pemberitaan buruk atas dirinya yang dilakukan sejumlah media dan blog milik kelompok-kelompok yang sering mengatasnamakan diri sebagai pembela Islam atau sering juga disebut kelompok Islam garis keras.

Pada masa awal reformasi (1998-2004) Musdah dan teman-teman pro-demokrasi gencar menyuarakan pandangan keislaman yang akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan universal. Hal yang paling membuat kelompok tradisional marah adalah ketika Musdah dan Tim Pengarusutamaan Gender Kementerian Agama pada tahun 2004 me-”launching” draft pembaruan hukum keluarga Islam. Draft itu kami beri nama “Counter Legal Draft” Kompilasi Hukum Islam (CLD KHI). Draft itu merupakan hasil penelitian yang panjang dari sebuah tim yang bekerja secara serius selama kurang lebih dua tahun.

Baca juga :  Kembali, Ajiep Padindang Laksanakan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI 

Karya pembaruan hukum Islam itu menyulut amarah banyak pihak, terutama mereka yang memiliki pandangan sangat tertutup. Sejak itu Musdah sering mendapatkan stigma dan bullying, ancaman dan intimidasi, bahkan dianggap halal darahnya karena sudah dianggap kafir dan sebagainya. Sungguh aneh, padahal yang dia lakukan hanyalah menyuarakan Islam yang dia yakini, yaitu Islam yang moderat (al-wasatiyyah) dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, khususnya keadilan kepada seluruh kelompok tanpa memandang kelas sosial, suku bangsa, agama, gender, dan orientasi seksual mereka.

Lebih aneh lagi, sebagian besar mereka yang tidak suka dengan gagasan dan pemikiran Musdah ternyata belum pernah membaca tulisan-tulisannya! Mereka hanya membaca pandangan orang lain tentang pemikirannya. Inilah risiko hidup di zaman post truth. Banyak orang yang tidak bisa membedakan antara fakta dan hoaks!
Kelompok-kelompok Islam garis keras di Indonesia memang menguat sejak masa Orde Baru yang represif berakhir pada 1998 dan digantikan dengan Orde Reformasi yang menjanjikan demokratisasi. Namun proses demokratisasi ibarat membuka jendela.

Tak hanya udara segar yang masuk, tapi juga berbagai macam kuman, virus, dan serangga ikut masuk. Demikianlah yang terjadi di negeri ini. Begitu kran demokrasi terbuka, kelompok garis keras yang sudah menunggu sejak lama, bahkan sejak masa Orde Baru, memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya. (Bersambung).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Perombakan Besar di Lingkup Pemkot Makassar: 46 Pejabat Resmi Dilantik

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin dan Aliyah Mustika Ilham (Appi-Aliyah), resmi...

Kasdam XIV/Hasanuddin Resmi Buka Latihan Pencak Silat Militer, 260 Prajurit Ditempa Jadi Kader Tangguh

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Suasana di Markas Yonif 700/Wira Yudha Cakti pagi itu terasa berbeda. Tepat pada Senin (16/06/2025),...

7 Tahun Menjabat, Ir. Muhammad Ashar Mendadak Mundur Tanpa Alasan Jelas, Ada Apa di Dinas Pertanian Wajo?

PEDOMANRAKYAT, WAJO - Kejutan datang dari lingkup Pemerintahan Kabupaten Wajo, Ir. Muhammad Ashar tiba-tiba mengundurkan diri dari jabatannya...

Irwan Hamid Apresiasi Langkah BBWS PJ Normalisasikan Kantong Lumpur Bendungan Benteng

PEDOMANRAKYAT, PINRANG — Langkah nyata dan tanggap yang dilakukan jajaran Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang dalam...