Dari sisi pandangan ilmu politik apakah hak angket ini bisa keluar sebagai suatu keputusan, tentu ini harus dilihat pada komposisi kekuatan partai politik yang ada di DPR. Kita tahu, yang getol menyampaikan usul hak angket ini adalah partai merah Pendukung yang menolak hak angket adalah pendukung pemerintah saat ini, ada beberapa partai politik. Kekuatan yang mendorong dan menolak hak angket hampir berimbang.
Lagi-lagi sistem ketatanegaraan kita ini adalah soal kepentingan. Kalau dari kacamata politik, cara pandangnya adalah sudut pandang kepentingan. Pilihan terhadap sistem pemilu dan sistem politik akan menentukan polarisasi kekuasaan di DPR. Pilihan sistem pemilu kita untuk melakukan pemilihan langsung dan sistem pemilu untuk menerapkan sistem proporsional terbuka dan mutlipartai terbatas seperti pada masa Orde Baru akan menyebabkan komposisi pemenang pemilu itu tidak akan pernah dominan dalam perebutan kursi di DPR.
Mengutip suatu penelitian yang dilakukan oleh salah seorang peneliti di beberapa negara, Endang Sari mengungkapkan bahwa negara yang melaksanakan pemilu dengan sistem multipartai tidak akan pernah memperoleh dukungan yang dominan di parlemen. Peraturan tata negara kita, di mana pemilihan atau pemilu akan menentukan komposisi kekuatan di DPR. Sama dengan yang terjadi saat ini, dalam hitung cepat, kemenangan PDIP hanya 16%, Golkar 15%. Artinya, tidak ada pemenang tunggal yang sangat super power di DPR, sehingga ini akan menyebabkan situasi politik di negara ini akan sangat cair. Koalisasi sangat terbuka dilakukan. Ini memungkinkan,. partai mana yang dapat mendialogkan kepentingannya bisa melakukan negosiasi politik, maka itulah yang akan berhasil diusung di DPR.
Ketika Indonesia menerapkan multipartai, maka DPR akan merupakan lembaga yang terbuka kemungkinan terjadinya koalisi. Tidak bakal ada partai yang menang secara mutlak dalam pemilu.
“Di sini peluang hak angket bisa dilakukan dan menjadi tantangan ketika koalisi yang menolak misalnya berkeras dalam hal ini,” kata Endang Sari sambil menambahkan, hasilnya dua, bisa jalan dan bisa tidak, bergantung pada perimbangan kekuatan kursi di parlemen. Semua itu dipengaruhi oleh bagaimana sistem pemilu kita diatur dari bawah.
Hak angket, kata Endang Sari, akan melahirkan dua produk, yakni rekomendasi penyelidikan lebih lanjut dan kedua laporan kepada Presiden berkaitan dengan tindakan apa yang dilaksanakan. Karena sistem presidensil yang kita pilih tidak akan memberikan kewenangan yang bisa memengaruhi kebijakan pada ranah eksekutif. Presiden yang dipilih secara langsung punya mandat yang lebih besar dan sangat kuat untuk diberhentikan di tengah jalan. Hampir pasti dalam sistem presidensil, pemakzulan presiden tidak bisa dilakukan. (Bersambung MDA),