PEDOMAN RAKYAT- MAKASSAR. Sebagai daerah beriklim panas, Jeneponto memiliki 3 komoditas primadona yang dapat dimaksimalkan: Jagung Kuning, Rumput Laut dan Garam. Penguatan di salah satu ini saja dalam bentuk industrialisasi dan hilirisasi, sudah mampu mengangkat Jeneponto dari ketertinggalan dan kemiskinannya.
KOMODiTAS JAGUNG KUNING
Setelah padi, jagung kuning mengambil peran vital di Jeneponto. Salah satu penghasil jagung kuning terbesar di Sulsel adalah Jeneponto. Predikat ini sudah sepantasnya dilakukan industrialisasi dan hilirisasi dengan membangun pabrik pengolahan jagung kuning yang modern.
Potensi tanam seluas 53.466 ha dengan produksi 277.646 ton (5,2 ton/ha), menjadikan jagung kuning Jeneponto primadona. Pengadaan pabrik berperan penting: selain mengolah ragam jenis produk, juga memastikan hasil panen petani terserap dengan harga memuaskan, sekaligus memutus mata rantai para tengkulak.
Dengan adanya pabrik jagung kuning, subsektor yang lain ikut terbantu, seperti peternakan sapi, budidaya ikan air tawar, UMKM, dan pupuk untuk lahan perkebunan.
KOMODITAS RUMPUT LAUT
Memiliki garis pantai 114 km dan curah matahari terik sepanjang tahun, Jeneponto sangat diuntungkan untuk budidaya rumput laut. Rumput laut Jeneponto salah satu yang terbaik di Indonesia.
Potensi areal seluas 8.150 Ha dengan produksi 136.172 ton/tahun, rumput laut Jeneponto berperan positif menyerap tenaga kerja sebanyak 7.251 KK. Jumlah ini tentu saja bisa bertambah dengan cara meningkatkan taraf pendapatan para petani rumput laut.
Petani sudah harus mengubah dari cara tradisional ke sistem industri pengolahan. Peran teknologi sangat berperan meningkatkan nilai tambah rumput laut agar bisa menjadi produk turunan yang memiliki pangsa pasar besar, baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Limbahnya bahkan bisa dimanfaatkan sebagai pupuk, pakan ternak bahkan bata ringan.
KOMODITAS GARAM
Garam Jeneponto merupakan komoditi andalan dan terbesar di kawasan Timur Indonesia (peringkat 14 terbesar di Indonesia). Selain kuda, garam sudah identik dengan Jeneponto. Areal penggaraman seluas 556,55 Ha dengan produksi 29.647,50 Ton/tahun.
Sayangnya masih diolah secara tradisional. Minimnya gudang penyimpanan garam, kualitas garam yang rendah, informasi pasar yang tidak jelas, dan rantai eksploitatif para tengkulak adalah rentetan hambatan yang menekan pendapatan petani garam.
Kata kunci untuk solusi petani garam di Jeneponto adalah teknologi, peningkatan kualitas, meninggalkan cara tradisional ke industri. Garam sangat vital untuk kebutuhan industri, sebesar 3,7 juta ton/tahun. Jeneponto sangat berpeluang memanfaatkan pasar tersebut, dengan syarat: jumlah besar dengan kualitas sangat baik, kepastian pasokan, kontiniutas waktu produksi, dan memastikan ketersediaan produk di pasar.
Tujuan utama industrialisasi garam sangat jelas: Menjamin penyerapan garam produksi petani, membantu petani garam meningkatkan kualitas garam produksi dalam negeri, dan memutus mata rantai para tengkulak.
Ketiga komoditas primadona ini menjadi perhatian khusus calon bupati Jeneponto Maysir Yulanwar. Dikembangkan menjadi industri dan menjalankan program nasional hilirisasi komoditas unggulan untuk kemajuan masyarakat Jeneponto. Mohon dukungannya. (ab)