Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA, Mengenang Ayahnya, Buku ‘Bunga Rampai Sosiologi’ pada Tahun Kelahiran

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

“Belum. Tetapi membaca,” jawab ayahnya.
Jadi, kata Dwia, daya ingat tajam sekali.

Saat saya berkesempatan ingin ke Uzbekistan dan di sana saya ingat ada Imam Bukhari, dan Naqsabandiyah-nya, Dwia mengajak ayahnya.

“Sebelum kami pergi, beliau seperti seorang ‘guide’ yang menceritakan bagaimana Uzbekistan, di mana Bukhara, di mana Masjid Bukhara,” katanya.
“Dari mana Bapak tahu semua itu,” tanya Dwia.

“Dari membaca,” jawab ayahnya.

Ingatannya tajam, Seiingat Dwia, pada saat menjadi pimpinan, ingatannya tidak setajam itu. Ternyata yang Dwia pelajari pada hari-hari terakhir, beliau selalu dengan Alquran. Itu yang membuat beliau memiliki ingatan yang tajam. Beliau hafal tempat, hafal nama dan ingat semuanya. Pada saat mudanya tidak begitu. Pada usia tuanya justru beliau ingat. Mungkin buat kita semua, bisa menjadi pelajaran bagaimana Alquran, membaca adalah sesuatu hal yang penting.

Satu lagi, ketika kita berbicara soal lintas disiplin, multidisiplin, beliau sudah lakukan sejak muda itu.

“Setelah profesor, saya ke rumah di Surabaya. Saya membongkar buku-buku tua dan menemukan satu buku yang dibeli pada tahun kelahiran saya, 1964. Buku itu adalah “Bunga Rampai Sosiologi” karangan Prof. Selo Soemardjan yang dibeli di Banda Aceh. Subhanallah…Saya telah menjadi seorang Profesor Sosiologi tanpa saya tahu ayah pada tahun kelahiran saya telah membeli buku pada cetakan I,” kata Dwia dengan terisak.

Dwia juga membongkar buku tua dan menemukan buku ‘Perjanjian Lama’, tentang ‘Perbandingan Islam dan Kristen’ yang dibeli pada tahun 1970-an.

“Itu mungkin yang kita bisa pelajari dari seorang lelaki tua yang sangat sabar dan menjadi panutan kami. Kita punya orang tua yang tentu saja menjadi panutan semua. Saya ‘sharing’ ini supaya kita mendapatkan inspirasi dari beliau dan merupakan amal jariahnya tentang toleransi yang ditanamkan kepada kami sejak kecil,” kata Dwia.

Dwia mengikuti tugas ayahnya ke Banda Aceh, Riau, Madura, Kupang, Jawa Tengah, dan Makassar (sebagai pegawai Bank Rakyat Indonesia). Kepindahan itu bukan hanya sekadar kepindahan saja, melainkan beliau mengajarkan tentang toleransi bahwa kita sama. Beda agama, beda asal, itu tidak berarti yang satu lebih rendah dari yang lain. Beliau tidak ucapkan, tetapi bagaimana memperlakukan orang yang berbeda asal dan agama itu sama semua.
Beliau mengangkat seorang anak, kakak angkat kami sebelum kakak tertua saya lahir adalah seorang Tionghoa. Kakak kami sekarang tinggal di Sydney (Australia).

Baca juga :  Pimpin Apel Gelar Kesiapan Kunker Wapres RI, Pangdam XIV/Hsn : Laksanakan Tugas Tanggung Jawab Dengan Penuh Komitmen

Seorang nabi pun yang menjadi contoh kita menganjurkan ‘belajar ke Negeri Cina”.
Hal-hal seperti itu yang membuat kami mengenang beliau dengan karakternya. Saya sejak kecil dikasih buku, ketika SMP buku silat ‘Koo Ping Ho’.

“Tina bawa ini. Kalau kamu istirahat di sekolah, kamu baca. Dua jilid. Sudah jilid berapa kamu baca,” pesan ayahnya sambil bertanya dan meminta Dwia menceritakan kebajikan apa yang ada di dalam cerita silat itu.

Saat SMA Dwia dibelikan buku Novel Agatha Christie, Barbara Cartland. Dari buku Agatha Christie diajarkan bagaimana tentang ‘catch spy’ untuk meneliti. Itulah beliau sangat keras, tetapi sangat sabar. Ini ponakan-ponakannya ada di sini, bagaimana seorang Masri Harmain Pulubuhu. Mudah-mudahan ini menjadi amal jariah beliau. Di antara kelemahan dan kekurangannya ada kebaikan yang bisa bagikan bersama.

Dwia juga menyampaikan terima kasih kepada para dokter yang telah merawat ayahnya. Selama setahun terakhir, ayahnya bertempat tinggal dengan Dwia agar lebih mendekatkan beliau dengan anak-anaknya. Terima kasih serupa kepada keluarga besar Pulubuhu Prof.Basri Hasanuddin, dan seluruh pengurus Yayasan Al Markaz Al Islami, tempat jenazah Masri Harmain Pulubuhu disalatkan oleh ribuan jamaah salat Jumat sebelum dibawa ke kuburnya.

“Kami sungguh kehilangan, tetapi memiliki sahabat-sahabat terdekat. Dan terima kasih kepada suami saya yang telah memenuhi janjinya kepada almarhum. Saya merasa berdosa karena beliau menginginkan saya menjadi seorang bankir juga, tetapi saya mengikuti suami mengarahkan untuk menjadi dosen. Tetapi, ayah saya bahagia, walaupun saya tidak menjadi seorang bankir. Terima kasih Bapak Ibu semuanya. Juga kepada Imam Besar Masjid Al Markaz Prof.Dr.Muammar Bakry yang memberikan tauziahnya pada hari pertama. Saya tahu ayah tersenyum di sana, ” kata Dwia.

Baca juga :  Kodim 1011/Buntok Gelar Dilanjut Lomba Memasak Olahan Ikan

Dalam buku “Malam Pertama di Alam Kubur” yang ditulis oleh Dr.A’idh Al-Qarni, M.A., Dr.Muhammad bin Abdurrrahman Al-Uraifi, dan Syaikh Muhammad Husain Ya’kub (Penerbit Aqwan Solo:2004) disebutkan, ada lima sosok yang bisa terbebas dari pertanyaan kubur. Pertama, orang yang mati syahid. Dari Rasyid bin Sa’ad dari beberapa sahabat Nabi disebutkan bahwa seseorang bertanya kepada Nabi, yang artinya: “Wahai Rasulullah, mengapa orang-orang beriman akan diuji dalam kubur, kecuali para syuhada. Beliau menjawab:”Kilatan pedang yang berkelebat di atas kepala mereka (para syuhada) sudah cukup menjadi ujian bagi mereka”.

Kedua, orang yang ‘ribath’ (berjaga di tapal batas wilayah kaum muslimin guna mencegah serangan musuh) di jalan Allah. Salman berkata :”Aku mendengar Rasulullah bersabda”: yang artinya,” ‘Ribath’ sehari semalam lebih baik dari puasa dan salat malam sebulan. Kalau seseorang mati (dalam kondisi ini), amalnya akan mengalir dan dicurahkan rezeki atasnya serta dijamin bebas dari ujian (kubur)”.

Ketiga, orang yang meninggal karena sakit perut. Abu Ishaq As-Su’aiby berkata:” Sulaiman bin Shord berkata kepada Khalid bin Urfathah — atau sebaliknya — Khalid berkata kepada Sulaiman, yang artinya:” Apakah kamu mendengar Rasulullah saw bersabda “Barang siapa yang meninggal karena (sakit) perut, tidak akan diazab dalam kuburnya. Salah seorang dari mereka menjawab:”Ya!”.

Keempat, bacaan surat Al Mulk (surat Tabarak), Rasulullah saw bersabda, yang artinya:” Surat Tabarak akan mencegah azab kubur:.

Kelima, orang yang meninggal pada hari Jumat atau malamnya. Rasulullah saw bersabda: yang artinya :Tidak ada seorang muslim yang meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat, kecuali Allah pasti akan menjaganya dari fitnah kubur”.

Dwia pun menutup sambutan keluarga dengan untaian puisi yang digubah oleh adik-adik dan kakaknya untuk mengenang ayahnya.

Baca juga :  Dugaan Keterlibatan Imam Pamuji Dalam Bisnis Rokok Ilegal, Lingkar Mahasiswa Pemuda Pelopor Serukan Tindakan Tegas

“Teruntuk Bapak, Opa, Opa Buyut kami yang telah beristirahat bersamanya.
Bismillahirrahmanirrahim…
Papa..kepergianmu ditandai dengan langit yang turut berduka
Semua riuh rendah mengingat amal kebaikanmu..
Kepergianmu diberkahi dengan riuh rendah muslimin-muslimat yang turut mendoakanmu dan menyalatkamu…Masya Alllah…
Betapa Allah Maha Baik kepadamu Ayah, Bapak …
Tangis ini bercampur rindu sesungguhnya..
Kami masih butuh kasih sayangmu..
Kami ingin dipeluk dan memelukmu..
Kami masih ingin mendengar semua nasihat dan petuahmu..
Kami masih ingin melihat senyum dan semangatmu..
Kami masih ingin meniru taatnya ibadahmu…Pak…
Dan kami masih merindukan doa-doamu…
Bagaimana engkau beramal dan menghargai sesama..
Bagaimana engkau mengajarkam kami untuk toleran kepada semua orang secara sama..
Bapak.. kami masih butuh mendengarmu..
Mendoakan seluruh keturunanmu dan keluargamu.
Namun…saat ini kami hanya bisa memandang nisanmu di bawah pohon.
Di bawah pohon rindang itu kami hanya bisa mengenang..
Jasa dan kebaikanmu, Bapak…
Kami menuruti semua petuahmu meneruskan semua amanahmu…
Doa kami mengiringi kepergianmu…
Semoga Allah mengampuni segala dosamu Bapak…
Semoga Allah menerima semua amalan ibadahmu..Bapak…
Semoga Alllah memberi tempat terbaik di surga-Nya…
Semoga engkau tersenyum di sini, Bapak…melihat banyaknya orang yang hadir walaupun mereka belum mengenalmu secara langsung..
Semoga teladan mengilhami hidup seluruh anak keturunanmu..
Semoga kami ‘sharing’ kepada teman-teman sebagai amal jariah..bagimu..
Selamat jalan, Bapak
Selamat bertemu kembali dengan Mama..
Insha Allah kita bertemu di dalam surga Allah saw..
Terima kasih Ayah..
Terima kasih Bapak..
Terima kasih Opa..
Yang selalu memberi kehangatan dan cinta bagi kami,
Selamat jalan..Bapak…”
“Assalamu alaikum ww.,” Dwia membacakan dan mengakhiri puisi ini dengan penuh perasaan dan penghayatan penuh.

Ketika membaca dan menghayati puisi itu, di ruang imaji saya terbayang wajah almarhum H.Masri bin Harmain Pulubuhu, lelaki yang saya kenal pada paruh tahun 1980-an. Subhanallah! (M.Dahlan Abubakar)

1
2
TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Raih Keberkahan di Bulan Ramadan, Polwan Polres Pelabuhan Makassar Gelar Kegiatan Mengajar Mengaji Bagi Anak-anak di TPA Alif

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Dalam rangka meraih keberkahan di bulan suci Ramadan, Polisi Wanita (Polwan) Polres Pelabuhan Makassar menggelar...

Bhabinkamtibmas Polres Pelabuhan Makassar Aktif Pantau Pertumbuhan Bibit Cabai dan Terong yang Disemai di Polibag

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Dalam upaya memperkuat ketahanan pangan di wilayah perkotaan, Bhabinkamtibmas Polres Pelabuhan Makassar aktif memantau pertumbuhan...

Jaga Kamtibmas Selama Ramadan, Bhabinkamtibmas Polres Pelabuhan Makassar di Pulau Barrang Lompo Terus Tingkatkan Patroli

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) selama bulan suci Ramadan 1446 H / 2025 M,...

Majelis Syuhada, Pejuang Subuh Berkeliling ke Masjid-masjid

PEDOMANRAKYAT, PAREPARE - Akhir-akhir ini salah satu komunitas jamaah yang mendapat simpati dan perhatian umat Islam dan masyarakat...