“Saya sangat yakin bahwa hak masyarakat adat akan kembali setelah ratusan tahun digunakan oleh PT Lonsum. Dan yang paling penting, saya ingin luruskan selaku kuasa hukum masyarakat adat Kajang bahwa luasan tanah adat keseluruhan berdasarkan peta dalam Perda nomor 9 tahun 2015 adalah 22.700 ha sekian bukan 271 ha, jadi jangan salah menyebutkan angka karena akan merugikan masyarakat adat,” tuturnya.
Berdasarkan kesepakatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pertama bahwa komisi B DPRD Sulsel akan melakukan kunjungan ke objek di Bulukumba dan akan melakukan RDP kedua tapi belum sempat terlaksana.
“Mungkin sesuatu dan lain hal kesibukan DPRD Provinsi. Mungkin atau harus di agendakan ulang, kami hanya menunggu jadwal kunjungan dan RDP ke 2 dan Insya Allah bulan Juli ini informasi komisi B DPRD Provinsi. Kita lihat nanti, jadi apa tidak, kami hanya menunggu jadwal teman-teman DPRD Provinsi,” terangnya.
Muhammad Nur juga menanggapi perihal kunjungan ATR/BPN dalam waktu dekat ini. Alhamdulillah hal itu juga bagian dari keinginan masyarakat adat Kajang serta langkah cepat dari ATR/BPN merupakan sebuah anugerah yang didambakan masyarakat adat dan kabarnya akan mengunjungi stakeholder.
Muhammad Nur juga apresiasi terhadap langkah-langkah tersebut asalkan kunjungannya dilakukan terbuka dan transparan dan melibatkan kuasa hukum masyarakat adat serta tokoh-tokoh adat Kajang sebagai pihak yang menggugat. Jangan hanya melibatkan instansi atau institusi pemerintah atau pihak Lonsum saja karena akan menimbulkan reaksi dan pemikiran negatif pihak yang dirugikan dan bahkan bisa jadi menimbulkan situasi tidak kondusif nantinya.
“Jadi saya selaku kuasa hukum meminta dengan tegas kalau melakukan kunjungan harus melibatkan masyarakat adat atau kuasa hukum masyarakat adat Kajang,” tutup Muhammad Nur. (*)