“Mengingatkan kepada pemberi kerja untuk taat dan patuh untuk menyelesaikan iuran BPJS Kesehatan sebab ada sanksi berupa administratif dan sanksi pidana,” timpal Agus Salim.
Sanksi administrasi diatur dalam Pasal 17 UU BPJS yang terdiri atas teguran tertulis, denda, dan tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Sedangkan sanksi pidana sebagaimana yang diatur dalam UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 55 yaitu, “Pemberi kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”, adapun ketentuan pasal 19 ayat (1) Pemberi Kerja wajib memungut iuran yang menjadi beban peserta dari pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS, ayat (2) Pemberi kerja wajib membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
“Hubungan antara Kejaksaan Tinggi Sulsel dan BPJS Kesehatan akan semakin erat dan harmonis, mari kita bersama-sama bekerja keras, berkomitmen, dan bersinergi untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik, aman dan Sejahtera bagi seluruh tenaga kerja di Wilayah Sulawesi Selatan,” harap Kajati Sulsel.
Sementara itu, Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah IX Dr. Yessi Kumalasari berjanji akan segera menindaklanjuti Perjanjian Nota Kesepahaman dengan mengeluarkan Surat Kuasa Khusus (SKK) kepada Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk optimalisasi kepatuhan pemberi kerja dalam program kepesertaan BPJS Kesehatan.(*/Hdr)
Sumber : Kasi Penerangan Hukum Kejati Sulsel Soetarmi SH MH
Hp. 081342632335