Nama Ramang kini dikenal tidak lebih dari sekadar basa basi. Toami Ramang (Ramang sudah tua), sebuah idiom yang bermula dari ucapan Ramang sendiri ketika menolak saya yang hendak mewawancarainya sekitar 43 tahun (1981) silam di kediamannya. Ungkapan bernada kontradiksi dengan apa yang hendak kita inginkan terhadap sosok pemain legendaris ini. Dua kata yang menyimbolkan bahwa seseorang sudah tua, tidak perkasa lagi, prestasi sudah melorot, dan semua yang lemah lunglai.
Penggunaan nama toami Ramang, memberikan kekhususan, betapa frasa ini hidup subur di tengah masyarakat dari waktu ke waktu. Belum pernah ada nama orang yang sudah seperempat abad (per 2012), sosok dan namanya masih disebut toami (sudah tua). Sapaan seperti itu masih terus digunakan masyarakat Sulawesi Selatan hingga kini.
Ramang pun pernah disimbolkan pada sebuah patung yang tegak perkasa di pintu gerbang masuk lapangan Karebosi Makassar. Patung itu tidak berusia lama. Proyek revitalisasi Karebosi yang sempat menunai pro-kontra hingga kini ternyata menggusur patung pemain bola ternama itu.
Kini, patung tersebut tak diketahui entah ke mana rimbanya. Tetapi Pemerintah Kota Makassar menbangun patung serupa yang lebih mirip Ramang di Anjungan Losari, dibandingkan patung yang pertama – menurut Anwar Ramang – lebih mirip wajah Gadjah Mada.
Meloncat ke era 50-an, Indonesia mulai bangkit dan menunjukkan kualitas permainannya di level Internasional. FIFA menyebut era ini adalah masa keemasan sepak bola Indonesia. Tim Garuda menjadi kekuatan yang ditakuti di Asia dan semua itu berkat penampilan gemilang seorang legenda asal PSM Makassar, Ramang.