Di KM Leuser Ada “Penumpang Gelap”

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Catatan M.Dahlan Abubakar

Sejak tahun 1986 menumpang kapal penumpang PT Pelni, baru kali ini saya dan keluarga memanfaatkan jasa KM Leuser. Kapal ini melayari rute separuh wilayah Indonesia. Titik berangkatnya di bagian timur, Merauke, Agats Asmat, Timika, Dobo, Tual, Pulau Kei, Saumlaki, Ambon, Namrole, Wakatobi, Baubau, transit di Makassar.

Dari Makassar, kapal yang tampaknya mulai tua (dibuat tahun 1993) ini menyinggahi Labuan Bajo, Bima, Benoa (Bali) hingga Surabaya. Singkatnya, kapal ini melintasi 8 provinsi dan 15 kota sekali berlayar dengan pelabuhan awal Tanjung Perak Surabaya dan pelabuhan akhir Merauke, Papua Selatan.

Saya terpaksa menumpang kapal ini karena tidak ada lagi armada angkutan penumpang sejenis yang ke Bima beberapa hari sebelum 24 Oktober 2024, saat salah seorang ponakan akan menikah. Alternatif satu-satunya, ya KM Leuser. Tunggu punya tunggu jadwal kapal yang ke Bima, hanya kapal ini yang berangkat lebih dekat dengan tanggal pelaksanaan hajat tersebut.

Setelah membeli tiket 8 orang, termasuk rombongan adik yang di Palu 3 orang, banyak informasi yang masuk kalau kapal ini banyak kecoaknya. Binatang kecil ini biasa saja ditemukan di mana-mana. Kalau pun ada di kapal penumpang, wajar saja, mungkin ada yang menyelinap pada barang bawaan penumpang, akhirnya dia menjadi penumpang gelap. Di kapal dia menemukan teman hidupnya dan berkembang biak dengan nyaman sambil terus menikmati perjalanan mengelilingi separuh tanah air ini.

Untuk menghindari calo, membeli tiket PT Pelni harus memperlihatkan kartu tanda penduduk (KTP). Tidak hanya itu, pada saat menukar daftar tiket yang dibeli di agen perjalanan di loket PT Pelni di Pelabuhan, KTP pun masih digunakan. Tidak berhenti sampai di sini, saat ‘checking’ pun penumpang harus merogoh kantong dan dompetnya mencabut KTP-nya lagi. Untuk menghindari kebocoran, semua pembayaran langsung secara daring ke perusahaan tempat membeli tiket. Bagus juga.

“Apakah pernah ada yang masuk kapal tidak menggunakan tiket sesuai KTP ?,” tanya saya kepada salah seorang petugas pintu ‘checking’ di Gedung Ruang Tunggu Pelabuhan Makassar, 18 Oktober 2024 siang.

“Ada ?,” jawabnya singkat setelah sempat kaget karena tiba-tiba saja ada yang bertanya.
“Bagaimana bisa?,” usut saya. “Ya, ada yang ditemukan, setelah menyerahkan tiket ternyata tiba di sini ada yang tidak sesuai dengan KTP,” jawabnya.

“Kalau begitu calo masih ada, ya,” kata saya menyimpulkan dan berlalu karena petugas tersebut yang harus melayani calon penumpang lainnya tidak merespon kalimat saya.

KM Leuser rute Makassar tujuan Labuan Bajo dan Bima 18 Oktober 2024 mengalami tiga kali perubahan jadwal keberangkatan. Semula pada jadwal yang tertera di jadwal PT Pelni tertulis kapal akan ‘cabut’ dari Pelabuhan Makassar pukul 09.00 Wita. Namun dua hari sebelum jadwal keberangkatan, diubah lagi ke pukul 15.00 Wita. Setelah para penumpang tiba di Pelabuhan Makassar, rupanya kapal tertunda berangkat satu jam lagi. Padahal, setelah saya dan rombongan sudah ada di atas kapal sekitar pukul 14.20 Wita stom kapal berbunyi satu kali diikuti pengumuman melalui pelantang kapal bahwa Leuser dalam waktu 30 menit lagi akan diberangkatkan.

Baca juga :  Bangun RPH Berstandar Nasional, Bupati ASA Optimis Kesejahteraan Peternak Kian Meningkat

Anak, cucu, dan menantu yang mengantar saya dan rombongan pun pamit pulang setelah mengantar kami hingga ke atas kapal. Menantu boleh langsung ke kapal karena memperlihatkan kartu tanda anggota (KTA)-nya.

Pada saat lonceng menunjuk pukul 15.00 Wita, tidak ada tanda-tanda kapal diberangkatkan. Saya pun naik ke dek 5 dan keluar di samping kiri kapal yang berhadapan dengan dermaga untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata, kapal sedang mengisi air tawar. Saya pun pindah ke sebelah kanan kapal dan menemukan sebuah kapal kecil yang ternyata sedang memasok bahan bakar ke kapal. “Oh…ini rupanya penyebab kapal tertunda berangkat,” saya membatin.

Pada pukul 15.30 Wita, stom kapal berbunyi tiga kali. Saya berpikir, kapal akan segera ‘cabut’ dari Pelabuhan Makassar. Ternyata juga tidak, hingga waktu merapat mendekati pukul 15.50 Wita. Lima menit kemudian, tiga orang keluar dari ruang salon kapal sebelah kiri.
“Cuma berdua, ya?,” seorang Satpam kapal sempat bertanya kepada dua orang yang kemudian menuruni tangga gantung di lambung kiri kapal.
“Oh..tidak, itu tuh…,” kata salah seorang di antara mereka sambil menunjuk ke arah pintu salon kapal, tempat keduanya keluar.

Saya menunggu lama. Dari jauh saya mendengar seseorang berbicara melalui gawai perihal dokumen KM Leuser. Ternyata mereka ini adalah dari Kesyahbandaran Makassar yang mengeluarkan izin berlayar seluruh kapal. Rupanya, keterlambatan keberangkatan tersebut diduga keras ada kaitannya dengan persoalan dokumen pelayaran kapal.

Saya kemudian menjadi maklum tentang keluhan salah seorang nakhoda kapal PT Pelni dalam suatu wawancara dengan saya di atas kapalnya pada tahun 2023. Dia menyebutkan kendala yang dihadapinya sebagai nakhoda adalah lambatnya pelayanan yang dilakukan aparat pelabuhan. Itu diperburuk pula oleh koordinasi yang masih kurang apik antar-instansi yang terkait dengan masalah keberangkatan kapal.
Nakhoda yang tahun lalu sudah memasuki masa purnabakti itu juga menjelaskan masalah pasokan air yang terlambat dan kerap tidak mencukupi kebutuhan kapal.

Seperti yang saya saksikan pada sore hari sebelum KM Leuser benar-benar berangkat, pemasokan air terhenti benar-benar pada masa “injury time”, pukul 15.58 Wita, dua menit sebelum kapal benar-benar melepas tali temali yang tertambat di dermaga. Dengan keterbatasan waktu pengirisian ini saya mendengar bahwa air yang terisi adalah 105 m3, atau mungkin ada takaran lain seperti kata ton. Entahlah. Jadi pemasokan air terhenti karena saat keberangkatan kapal sudah sangat mendekat.

Baca juga :  Dialog Ramadhan JAPPI : Investasi, Inflasi, Dan Regulasi; Posisi Sulawesi Selatan Dimana ?

KM Leuser benar-benar meninggalkan Pelabuhan Makassar pada pukul 16.00 Wita. Delapan belas jam berikutnya (pukul 10.00 Wita 19 Oktober 2024) akan merapat di Labuan Bajo. Setelah transit 1-2 jam, kapal melanjutkan pelayaran ke Pelabuhan Bima yang biasa ditempuh selama 7-8 jam. Jadi kapal merapat di Pelabuhan Bima pada pukul 20.00 atau 21.00 Wita Sabtu malam. Ternyata lama waktu 18 jam tidak terpenuhi, Ditambah lagi satu jam, hingga jarak Makassar-Labuan Bajo yang biasanya ditempuh kapal Pelni 18 jam, molor satu jam.

Ketika akan mengangkat barang-barang bawaan dari tempat pengambilan tiket dan menjangkau jarak sekitar 100 m di bagian atas jembatan yang menghubungkan Gedung tempat calon penumpang kuitansi pembelian tiket dengan tiket asli, tiba-tiba seorang anak muda menegur dan menyebut ‘Aji’. Rupanya, dia sepupu dua kali anak saya, Ibunya, sepupu sekali saya. Dia salah seorang anaknya. Neneknya, Fatmah, kakak ayah saya. Paman anak muda itu, Muhammad Natsir yang juga sepupu sekali saya, duduk di kelas yang sama dengan saya ketika di sekolah dasar. Setiap dia ke kampung saya, Kanca, mendampingi kedua orang tuanya menziarahi kekek-nenek kami,

Muhammad Natsir selalu “diadu” dengan saya. Diadu bukan disuruh berkelahi, melainkan berkaitan dengan cerdas cermat. Biasanya, soal yang ditanyakan itu mengenai berhitung dan ilmu pengetahuan umum. Saya sudah lupa siapa yang jago.
Ponakan itu rupanya bekerja di Pulau Kei, Tual. Saya pun memberi tahu, Oktober 2023 saya dengan Dr. Hamdan Zoelva, SH, MH. pernah ke Tual untuk melantik Pimpinan Cabang Syarikat Islam (SI) di Kota Tual. “Kami menginap dua malam di sana,” kata saya.

Dia pun menjelaskan, memperoleh informasi itu terlambat dari salah seorang tokoh Syarikat Islam di Tual tentang kedatangan kami waktu itu yang juga disertai oleh penyanyi religi Soesilawaty dan suaminya Bang Jun. Dia mengetahui kehadiran kami setelah meninggalkan Tual. Dari dialah saya mengetahui tentang situasi kapal. Fasilitas kapal ini sudah sangat berkurang. Di dek 3, pendingin ruangannya tidak berfungsi. Suasananya panas.

“Tapi saya dapat di dek 4,” kata saya.
“Sama juga, Om Aji,” katanya lagi.
“Untung saya selalu membawa kipas angin khusus,” saya pun menjelaskan.
Setelah tiba di atas kapal, benar juga yang disebutkan ponakan itu. Rombongan saya memperoleh tempat di bagian anjungan kapal. Pasti goyang karena merupakan bagian kapal yang lebih awal melabrak gelombang, jika ada angin kencang yang diikuti oleh rentetan ombak.

Saya pun memeriksa rongga yang biasa mengeluarkan angin dingin di plafon kapal. Tidak berfungsi. Penumpang laki-laki yang di dek 4 sebelah kanan sudah mulai tampil ‘koboi’, tidak pakai baju karena kepanasan. Ibu-ibu pun mengipas-ngipas tubuhnya dengan apa saja yang bisa membuat badannya adem. Anak-anak kecil menangis karena kepanasan.

Baca juga :  Berlangsung Meriah, Pergelaran Teater Daerah di Taman Budaya Benteng Somba Opu (2)

Banyak juga penumpang yang datang memasang dirinya di pintu penghubung antara dek 4 dengan bagian dalam haluan kapal karena angin segar bertiup nyaman. Bahkan sampai pukul 22.00 saya melihat ada seorang ibu berdiri di dekat pintu penghubung ini. Dan agaknya untuk mengalirkan udara dingin, pintu ini dibuka.

Kebetulan pula tidak sedang hujan. Kalau hujan turun, pastilah pintu ini ditutup. Bisa-bisa air hujan akan membasahi penumpang.
Pada saat membaringkan badan, selintas saya mendengar bunyi cericit. “Ada suara hamzert,” kata saya memberi tahu adik Nurhayati yang duduk tidak jauh dari saya.

Kebetulan di rumah, cucu saya memelihara binatang kecil mirip tikus ini, tetapi tidak berekor. Ternyata benar ada tikus kecil yang berkeliaran di sekitar tempat tidur. Rupanya, dia lari turun naik dari dek atas ke dek di bawah. Bahkan anak saya, Haryadi (Hery) sempat memergoki seekor tikus kecil ini menyelinap di dekat kopernya yang sandar di dinding kapal. Saya kemudian mengambil senter dan mencoba melongok di bawah tempat tidur. Dia sudah lenyap. Atau mungkin juga sudah menyelinap entah di mana ?

Jumat (18/10/2024) malam setelah menulis di kantin kapal, saya menuju dek 4 untuk tidur. Namun upaya memejamkan mata terkendala oleh bunyi cericit tikus yang sangat mengganggu. Sabtu (19/10/2024) subuh, sekembali dari musala menunaikan salat, saya mencoba kembali berbaring. Ipar saya Mastur ternyata melihat seekor tikus lari turun naik di dinding. Saya bangun duduk dan sempat menyaksikan seekor tikus meluncur turun tidak jauh dari tempat saya duduk.
“Ternyata“ penumpang gelap” (tikus) benar-benar ada di KM Leuser,” saya menggumam.

Pagi hari, istri saya pun bertanya perihal tikus yang berkeliaran di dek 4. Dia mengakui benar ada. Kelihatannya tikus ini akan lama menjadi penumpang karena KM Leuser baru saja naik dok, saat kapal biasanya menjalani masa perbaikan, termasuk membersihkan barang-barang yang tidak diperlukan. Ya, termasuk “penumpang gelap” itu.

Pertanyaan yang muncul, bagaimana pula tikus bisa naik KM Leuser ? Ini pertanyaan yang perlu dijawab. Apakah modusnya sama dengan si kecoak tadi ? Atau naik melalui tali temali kapal saat sandar di beberapa pelabuhan ? Entahlah.

Fasilitas KM Leuser tampaknya semakin ‘lansia’ seiring dengan usianya yang juga mendekati ‘uzur’. Ini perlu mendapat perhatian. Para penumpang yang ada di dek sulit menemukan kenyamanan. Pantas saja banyak anak kecil yang rewel dan menangis, mereka gerah. Anak kecil yang menangis itu agaknya sedang memprotes pendingin ruangan yang tidak berfungsi. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Cucu Sultan Bima Raih Doktor di Unpad

PEDOMANRAKYAT, BANDUNG -- Gender Champion 2024 Kota Bima yang juga Cucu Sultan Bima, Dewi Ratna Muchlisa Mandyara, berhasil...

Cegah Anemia, UKS SMAN 2 Enrekang Rutin Bagikan Tablet Tambah Darah kepada Siswi

PEDOMANRAKYAT, ENREKANG – Langkah kecil namun berdampak besar dilakukan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) UPT SMA Negeri 2 Enrekang. Setiap...

Kepala Sekolah Diminta Lakukan Inovasi untuk Mewujudkan Visi dan Misi Makassar

PEDOMAN RAKYAT - MAKASSAR. Kepala sekolah di Kota Makassar diharapkan melakukan inovasi untuk mewujudkan visi dan misi Walikota...

Membanggakan, Serapan Beras Bulog Bulan April Capai 1,3 Juta Ton, Kalahkan Serapan Tahunan Tujuh Tahun Terakhir

PEDOMANRAKYAT, JAKARTA – Capaian mengejutkan terjadi dalam pengadaan beras nasional. Sepanjang bulan April 2025 saja, Perum Bulog berhasil...