Persoalan ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam proses administrasi dan komunikasi antara perangkat desa, camat, dan masyarakat. Warga berharap, pihak berwenang segera memberikan klarifikasi agar situasi ini tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan.
Sementara itu, Muhammad Hazairin, SH, seorang pemerhati politik dan pemerintahan, menyoroti kisruh pergantian Kepala Dusun di Desa Sawakung Beba, Kabupaten Takalar.
Ia menegaskan, pengangkatan Kepala Dusun harus berdasarkan Surat Keputusan (SK) resmi yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Takalar.
“Penggantian Kepala Dusun tidak boleh dilakukan secara sepihak oleh Kepala Desa tanpa alasan yang jelas dan tepat,” ujar Hazairin, yang akrab disapa Irin.
Ia menambahkan, alasan yang dapat diterima untuk pergantian jabatan tersebut mencakup penyalahgunaan narkoba, keterlibatan dalam tindak pidana dengan ancaman hukuman di atas lima tahun, atau perbuatan asusila.
Namun, jika tidak ada alasan kuat seperti itu, proses pergantian harus melalui evaluasi kinerja dan dilaporkan terlebih dahulu kepada camat.
“Terkait pencopotan nama Kadus Jamaluddin Daeng Liwang, bisa jadi ini mengindikasikan adanya intimidasi atau campur tangan pihak tertentu yang memiliki kepentingan untuk menggantikan posisi tersebut,” ungkapnya.
Hazairin juga menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan pemerintahan desa. Ia menegaskan, perangkat desa wajib menjalankan prinsip keterbukaan informasi publik sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Tanpa transparansi, konflik seperti ini hanya akan memperkeruh suasana dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa,” tutup Hazairin.(Hdr)