Toleransi Kampus yang Hanya Hidup Dalam Slogan Tanpa Aksi Nyata

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Oleh Emanuel Asdiakon Baowolo, Mahasiswa Universitas PGRI Kanjuruhan Malang

TOLERANSI sering kali dielu-elukan sebagai nilai utama di lingkungan pendidikan, terutama di kampus yang mencerminkan keberagaman masyarakat. Namun, toleransi tidak cukup hanya menjadi jargon atau slogan, ia perlu diwujudkan dalam kebijakan yang nyata dan berkeadilan.

Salah satu momen untuk membuktikan toleransi adalah dengan menghormati hari-hari besar keagamaan. Menjelang perayaan Natal, ketidakhadiran informasi resmi terkait libur dari kampus menjadi cerminan kurangnya implementasi nilai toleransi tersebut.

Berdasarkan hasil diskusi dengan Bonifasius Rahayaan, seorang mahasiswa Kristen, menyampaikan pandangannya tentang situasi ini. Hingga saat ini, belum ada kebijakan dari pihak kampus yang memberikan waktu libur khusus bagi mahasiswa untuk merayakan Natal.

Toleransi sering diperdengarkan, tapi nyatanya kami, sebagai minoritas, tidak merasakan penerapan yang nyata. Ungkapan ini menggambarkan bagaimana mahasiswa dari kelompok minoritas merasa kurang mendapat ruang untuk menjalankan keyakinannya secara leluasa di lingkungan yang mayoritasnya berbeda.

Dalam pandangan filsafat, Jean-Jacques Rousseau menekankan bahwa institusi publik, termasuk lembaga pendidikan, harus menjamin keadilan bagi semua individu tanpa pandang bulu. Toleransi, bagi Rousseau, adalah kunci untuk menciptakan keharmonisan sosial. Jika institusi gagal menjamin hak kelompok minoritas untuk merayakan hari besar agamanya, maka prinsip keadilan tersebut telah dilanggar.

John Rawls, melalui konsep justice as fairness, juga menegaskan bahwa kebijakan harus melindungi hak-hak kelompok minoritas agar mereka tidak dirugikan oleh dominasi mayoritas. Dalam konteks ini, kebijakan kampus yang tidak memberikan perhatian pada kebutuhan mahasiswa dari kelompok agama tertentu menunjukkan adanya ketimpangan dalam keadilan sosial.

Ki Hadjar Dewantara turut menegaskan bahwa pendidikan tidak sekadar transfer ilmu, tetapi juga pembentukan karakter yang menghargai keberagaman. Sebagai institusi pendidikan, kampus seharusnya menjadi model dalam mengimplementasikan toleransi, termasuk melalui kebijakan yang inklusif terhadap hari-hari besar agama.

Baca juga :  Pemkab Sinjai Peringati Nuzulul Qur'an

Ketidakjelasan kebijakan kampus terkait libur Natal ini menunjukkan celah besar dalam praktik toleransi. Jika toleransi ingin benar-benar menjadi nilai yang hidup, kampus perlu mengambil langkah konkret, seperti menyusun kalender akademik yang mengakomodasi hari besar keagamaan semua kelompok. Dengan demikian, kampus dapat menjadi ruang yang adil, ramah, dan mendukung bagi seluruh mahasiswa tanpa memandang perbedaan agama atau keyakinan. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Satu Tahun Kabinet Merah Putih, Menko Zulhas: Kinerja Mentan Amran Luar Biasa

PEDOMANRAKYAT, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan), Zulkifli Hasan, menyampaikan apresiasi besar kepada Menteri Pertanian (Mentan)...

Presiden: Mentan Amran Sulaiman Capai Target Swasembada Dalam Satu Tahun

PEDOMANRAKYAT, JAKARTA – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, memberikan apresiasi dan rasa bangga yang luar biasa atas capaian...

UKI Paulus Buka Program Doktor Hukum, Menapak Jadi Pusat Keunggulan Pendidikan Hukum di Timur Indonesia

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Suasana di Aula Gedung Lilin, kampus Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus Makassar, Selasa siang, 21...

Gunung Dikeruk, Kasusnya Mandek, Tambang Tikala Jadi PR Berat Kejati Sulsel yang Baru

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Pagi itu, udara di Tikala, Toraja Utara, terasa berat oleh debu. Di kejauhan, raungan alat...