"Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada Karangan Bunga
Sebab kami turut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi "
Mengagumi seseorang adalah perasaan yang sering kali sulit diungkapkan dengan kata-kata. Rasa kagum bisa timbul dari berbagai hal, seperti kepribadian yang menarik, pencapaian yang luar biasa, atau sikap yang menginspirasi
Beragam cara seseorang mengagumi idolanya. Ada yang mencontoh cara berpakaiannya, ada yang meniru gaya rambutnya , ada juga yang mengumpulkan foto-fotonya dan bahkan ada yang berusaha foto bersama.
Kagum dan berusaha foto bersama sepertinya hal yang teramat sulit untuk bisa terwujud. Semisal, saya mengagumi mantan presiden Amerika, Barak Obama. Bagaimana mungkin bisa terwujud kecuali keajaiban. Pasalnya, Barak Obama di Amerika dan saya di Kabupaten Jeneponto.
Sudarmi Rivai, seorang mantan Wakasek Humas SMA Negeri 1 Gowa, sebelum di Gowa bersama suaminya Drs.H.Ahsan Ahmad, M.Pd di Soroako. Sebuah kampung kecil dipedalaman Sulawesi Selatan sebagai Kordinator Pengembangan Sumber Daya Manusia ( SDM )di PT.INCO- Soroako. Sudarmi sendiri dengan gelar sarjana pendidikan mengisi waktu luangnya menjadi pengajar di SMP YPS ( Yayasan Pendidikan Soroako ). Cukup lama mereka disana, dari tahun 1989-1998. Kemudian kembali ke Gowa.
Jumat, 03 Januari 2025, Saya bertandang ke rumahnya di Perumahan Je'ne Tallasa Kabupaten Gowa. Pagi itu diteras depan rumahnya yang berpagar kokoh, Sudarmi dengan selembar kain putih lagi membersihkan foto berukuran 12 R dengan bingkai yang cantik. Ternyata foto itu, foto Sudarmi berdua dengan Taufik Ismail.
" Ini, sambil menunjuk foto dalam bingkai adalah salah seorang inspirator ku dalam setiap mengajar," ujarnya sambil tetap membersihkan foto itu. Rupanya, ketika mengajar di SMA Negeri 1 Gowa Sudarmi membawakan materi pengajaran di jurusan bahasa. Bukan hanya foto Taufik Ismail, ada beberapa foto pejabat termasuk mantan Bupati Gowa alm. Ikhsan Yasin Limpo.
Sudarmi-pun mulai berkisah, tahun 1998 kembali ke Gowa, tahun 2005 Sudarmi ikut bergabung di SMA Negeri 1 Gowa hingga pensiun di tahun 2016.
Tahun 2007, Taufik Ismail dalam kunjungannya ke Gowa Sulawesi Selatan setelah dari siarah di makam Syeh Yusuf dan Sultan Hasanuddin dijamu di SMA Negeri 1 Gowa tempat Sudarmi mengajar.
Dengan posisi ketua panitia penyambutan, Sudarmi dengan mudahnya duduk dimana saja ada kursi kosong. Dan, secara kebetulan kursi disamping " sang idola " kosong. Sudarmi-pun memohon izin duduk dan foto bersama.
" Tiga anak kecil dalam langkah malu-malu datang ke Salemba dengan membawa karangan bunga atas tertembaknya mahasiswa sore itu," bisik Sudarmi ditelinga Taufik Ismail, tapi terdengar jelas.
Taufik-pun memalingkan wajahnya sambil tersenyum.
" Apakah Buya Taufik menyaksikan, kejadian di Salemba tahun 66 yang menewaskan Arif Rahman Hakim sehingga tercipta puisi Karangan Bunga," tanya Sudarmi.
" Tidak, saya hanya dengar," jawab Taufik Ismail singkat. Dengan tatapan tetap tertuju pada tarian yang ditampilkan enam penari cantik asal Gowa.
Arif Rahman Hakim ( 24 Februari 1946 - 24 Februari 1966 ) adalah mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Indonesia yang meninggal karena di tembak sewaktu berlangsungnya demonstrasi mahasiswa yang menuntut Tri Tuntutan Rakyat ( Tritura ) atas pemerintahan orde lama dibawah Presiden Soekarno pada tanggal 24 Februari 1966.
Begitu kagumnya Sudarmi kepada Taufik Ismail khususnya puisi " Karangan Bunga " sehingga puisi itu selalu menjadi materi pengajaran di jurusan bahasa.
Taufiq Ismail merupakan satu dari sekian banyak penyair ternama asal Indonesia. Namanya mulai dikenal sejak 1966 sebagai seorang sastrawan.
Dilansir dari situs Ensiklopedia Sastra Indonesia, Taufiq Ismail mengawali kariernya sebagai seorang penyair dengan menulis puisi soal demonstrasi.
Kumpulan puisinya tersebut dikumpulkan dalam buku Tirani dan Benteng tahun 1966. Salah satu puisinya yang tercantum dalam buku tersebut adalah "Karangan Bunga"
Isi puisi Karangan Bunga
Dikutip dari buku Kutunggku Kamu di Cisandane: Antologi Puisi Esai (2012) oleh Ahmad Gaus, berikut isi puisi
"Karangan Bunga":
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba
Sore itu
"Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami turut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi.
*Makna puisi Karangan Bunga*
Dilansir dari jurnal Analisis Semiotika pada Puisi Taufiq Ismail Berjudul "Karangan Bunga" (2921) karya Rani Lestari dkk, makna puisi Karangan Bunga adalah tentang kepahlawanan.
Hal ini tergambar jelas dalam isi puisi yang menceritakan perjuangan dan pengorban seorang "kakak" yang rela mati.
Tokoh "tiga anak kecil" itu diibaratkan rakyat. Sedangkan tokoh "kakak" menggambarkan pejuang atau pahlawan rakyat.
Pita hitam pada karangan bunga ingin menunjukkan perasaan duka tokoh "tiga anak kecil", karena ditinggal pergi sang pahlawan.
Adapun makna tersirat dalam puisi "Karangan Bunga", yakni rasa kehilangan terhadap seseorang yang berjasa. Hal ini terlihat dalam bait kedua.
Kesimpulannya, makna puisi "Karangan Bunga" karya Taufiq Ismail adalah kepahlawanan dan rasa kehilangan terhadap seseorang yang berjasa. ( Ardhy M Basir )