Petualangan Spiritual Tak Berujung SyahriarTato

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Catatan M.Dahlan Abubakar

Membahas sebuah buku puisi merupakan pekerjaan yang menguras pikiran. Orientasi seorang penyair terhadap karyanya adalah ekspresi diri,yakni mengungkapkan pikiran, perasaan, pengalaman dan pandangan hidupnya. Oleh sebab itu, kita hampir tidak layak untuk menolak kehadiran karyanya, apapun warnanya. Yang pantas kita lakukan adalah menginterprestasi frasa atau konteksnya.

Para pembahas puisi bertugas memaknai melalui interpretasi, tentang kata, frasa, klausa, dan kalimat, pun konteks yang tertuang di dalam puisi. Ketika para pembahas memberi interpretasi terhadap puisi, terkadang sang penyair sendiri tidak pernah membayangkan bahwa karyanya itu dibongkar dari beragam sudut.

Jika kita menganalisisnya dari segi teori, maka akan berhubungan dengan strukturalisme, feminisme, psikoanalisis, dan marxisme. Namun dari segi isi, puisi bisa membawa kita ke alam filsafat dan sufisme seperti yang sempat disinggung oleh Dr.Syafruddin Mukhtamar, S.H.,M.H. dan Prof. Dr.Mardi Adi Armin, M.Hum yang menjadi pembahas. Hal ini disebabkan, puisi lahir dari proses aktivitas kontemplatif yang intens dari seorang intelektual.

Seorang penyair merangkul alam dunianya melalui kata batin kemudian mengurainya ke dalam berbagai segmentasi atau aspek. Bisa berkadar emosional ketika dia menyampaikan emosi diri. Contoh Chairil Anwar dengan puisi “Aku”-nya yang tersohor itu. Dalam kadar emosi ini, dia pun bisa melakukan introspeksi diri. Ada kesadaran diri. Lihat saja “Mengapa Tapak Allah (1) karya Syahriar Tato yang didiskusikan di Memori RR Jl.Wijaya Kusuma, Banta-Bantaeng, Kamis (9/1/2025) petang yang dimoderatori Jesy Heny Taroko (Jurnalis dan Penulis).

Kita melihat bagaimana seorang SyahriarTato membuka puisi Episode Pertama bertajuk “Menapak Jejak Allah” dengan instrospeksi dan penyerahan diri kepada Rabb-nya.

“Ya Rabb’ Arsy/Aku hanyalah debu sebesar zarah (bentuk tidak baku: zarra)/yang telah Engkau panggil/Dengan isyarat bintang/Tidak lain untuk bersujud ke tapak-Mu/.

Terlepas dari penggunaan huruf kapital terhadap sapaan Tuhan (Engkau, yang sudah saya koreksi dalam tulisan ini), puisi ini merupakan bentuk pengakuan diri yang bersumber dari emosi seorang penyair.

Dalam segmentasi ini, seorang penyair pun bisa berempati, menggambarkan perasaan orang lain dalam dirinya melalui ungkapan pikiran dan perasaannya melalui puisi.

Baca juga :  Awal Tahun 2024, 59 Personel Polres Maros Naik Pangkat, AKBP Awaluddin Ucapkan Selamat

Sebagaimana diungkapkan Mardi Adi Armin dalam diskusi tersebut, di dalam diri seorang ada aspek intelektual,yakni bagaimana dia merefleksi kehidupan dan masyarakat. Juga bagaimana dia melancarkan kritik sosial yang kita kenal banyak dilakukan oleh banyak penyair kita.

Membahas karya puisi berarti kita menjerumuskan diri dalam dielaktika mengenai kehidupan dalam ungkapan yang terkadang sangat absurd dan abstrak.

Jejeran frasa,klausa, dan kalimat dalam puisi merupakan simbol produk perenungan dan kontemplasi yang sangat “radikal”. Puisi kemudian menawarkan sebuah “kehidupan’ dalam imaji seorang penyair.

Salah satu unsur penting dari puisi adalah aspek estetik yang terungkap melalui diksi yang digunakan. Diksi dalam puisi kerap unik dan ketika itu terjadi, di situlah seorang penyair akan ‘orgasme’ dengan keindahan. Bagi penikmat, awalnya mungkin membingungkan, tetapi ketika mampu menangkap makna yang ada di balik diksi yang digunakan, di situlah dia akan merasakan jatuh dalam jurang keindahan dan kenikmatan memahami puisi. Dulu, ada istilah bahwa puisi itu adalah koleksi kata yang muskil. Seorang penyair dianggap berhasil jika mampu mengungkapkan kata yang sulit dipahami. Tetapi ada hikmahnya, ketika penikmat menemukan makna yang dimaksudkan oleh sang penyair .

Penggunaan simbol dalam puisi adalah sebuah keniscayaan. Dalam karya Syahrial Tato ini banyak menawarkan nilai-nilai moral dalam kehidupan yang tersimbolisasi dalam kaitannya dengan kehidupan spiritualnya. Tidak heran Dr.Asiah Ram Prapanca menyebut, meskipun penyair hanya beberapa kali menyebut kata ‘masjid’ di dalam puisinya, namun tempat ibadah umat muslim itu ada di pesawat, kereta, dan juga mobil. Artinya, nuansa spiritual membawa sang penyair ke moda transportasi publik tersebut.

Secara tersirat atau pun tersurat penyair pun menitipkan etika dan kebenaran dalam kehidupan, seperti yang terungkap dalam 81 karya pada Episode I “Mengejar Tapak Allah”.

Penulis mengakui bahwa dalam karyanya ini dia ingin ungkapkan cintanya pada Allah dan mengaitkannya dengan Asmaul Husna, 99 nama Allah. Ungkapannya ini dapat kita lihat dengan ketulusan penulis menggunakan nama-nama dalam Asmaul Husna pada awal puisinya “Mengejar Tapak Allah”,yang merupakan nama-nama Yang Maha Pencipta ini. Misalnya, “Ya Mutakabbir, Ya Kabir (Khabir), Ya Rahman, Ya Ghaffar, ya Rahim”, dsbnya.

Baca juga :  Atasi PMK di Toraja Utara, Pemerintah Pusat Bantu Vaksin 2.000 Dosis

Menurut Syafruddin Mukhtamar, sastra merupakan salah satu wadah untuk mendapatkan kebahagian jiwa, meskipun kita tidak tahu mengaitkannya dengan sastra apa. Namun melalui karya ini ada relasi mahluk dengan Tuhan Yang Maha Besar. Kalau sastra sufi adalah seseorang yang orientasinya untuk mencintai-Nya.

Namun sang penyair memiliki hasrat yang kuat untuk mendekati-Nya (melalui karyanya).

Dia mengatakan, di dalam puisi itu pengejaran terhadap Tuhan itu berhenti pada “tapak”. Kata “tapak” ini tidak dapat dimaknai secara leksikal karena berkaitan dan mengandung makna yang transendental. Penyair pada awal karyanya menyebut dirinya sebagai ;debu’ dan tidak ada pilihan harus datang dan bersujud dalam posisi menghambakan diri pada-Nya. Pembukaan dan penutupan puisi ini, kata Syafruddin Mukhtamar, bisa merefleksikan suatu perjalanan seorang penyair itu tidak dengan keangkutannya.

“Ini yang luar biasa, penulis seperti bersimpuh di depan nama-nama (Asmaul Husna) itu,” kata Syafruddin Mukhtamar.

Menyela acara, setelah Syafruddin Mukhtamar menyampaikan catatannya, Kepala SMP Muhammadiyah 4 Makassar, Andi Marliah mengubah suasana dengan pembacaan puisi yang juga sangat memesona para undangan yang terdiri atas para sastrawan, penulis, dan jurnalis di lantai II Memori RR tersebut di tengah hujan lebat mengguyur kota Makassar.

Mardi Adi Armin menilai, Syahriar Tato adalah sosok multitalenta. Dia tidak saja sebagai seorang penyair, tetapi juga seorang intelektual, aktor/pemain film, sarjana dengan banyak gelar. Di dalam puisinya ini, ada dua bagian, tetapi sebenarnya hanya satu, yaitu tentang cinta.

Yang pertama adalah cinta yang bersifat transenden, cinta kepada Pencipra, cinta kepada Tuhan. Yang kedua, adalah cinta yang perasaan biasa, cinta manusia kepada manusia yang lainnya.

Puisi Syahriar Tato lahir dari banyak lokasi. Ada di Tanah Suci, di pesawat, mobil, dan kereta, sebagaimana diakuinya. Di Tanah Suci itu tergambar dengan adanya kata-kata onta, zamzam, dan khususnya lokus, tempat puisi ini diciptakan. Hanya saja, di bagian akhir puisi-puisi ini tidak tergambar lokus secara konkret, seperti di negara tertentu, di pesawat, kereta, dan atau mobil dengan waktu puisi diciptakan. Jika disertai dengan catatan tempat dan waktu, tentu pembaca dapat mengaitkan konteksnya dengan lebih konkret lagi.

Baca juga :  Kunker Ke Makassar, Menhan RI Prabowo Apresiasi Kinerja Keras Pangdam XIV/Hsn Beserta Jajaran

Menurut Mardi, penyair seperti kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan isi hatinya. Karena selain berulang, juga cenderung bahasanya itu spekulatif karena sangat metafisis dan kerap tidak bermakna. Penyair kesulitan menemukan kata-kata untuk mengungkapkan perasaan hatinya. Dia berulangkali menyampaikan kebesaran Allah dalam puisinya.

Usai Mardi Adi Armin menyampaikan catatannya, Rosmawati, mantan wartawati “Pedoman Rakyat” tampil membacakan puisi,yang ikut menyemarakkan suasana diskusi buku yang tuntas menjelang magrib.

Jika membaca puisi ini dapat menyimpulkan apa yang tersurat itu merupakan petualangan spiritual penyair yang tidak berujung. Dia terus mengejar…mengejar tapak Allah, dan akan pernah mampu dicapainya.

Pada episode kedua puisi Syahriar Tato ini terdapat 74 karya puisi. Sebagaimana diakuinya, puisi-puisi ini terinspirasi dari lawatannya ke berbagai negara, seperti Australia, New Zealand, Jepang, Thailand, Mekkah, Madinah, China, Hong Kong, Turki, dan Korea Selatan.

Pria yang ketika menjadi birokrat ini pernah menjabat Plt Kadis Tata Ruang Sulsel ini termasuk figur haus belajar. Setelah meraih Sarjana Administrasi Negara (1982), dia pun menggaet gelar Sarjana Teknik Sipil (1990), Master Sains di Unhas (1992), Doktor Ilmu-Ilmu Teknik (2004), Sarjana Hukum (2009), Magister Hukum (2010), Magister Manajemen (2012), dan sementara kuliah di Institut Kesenian Makassar. Karyanya bertebaran di media massa.

Dia juga kini menjabat Katua Harian Persatuan Artis Film Indonesia (PArFI) Cabang Sulsel, dan Ketua Badan Koordinasi Kesenian Indonesia (BKKI) Sulawesi Selatan.

Karya buku yang sudah terbit antara lain:Siluet Cinta (puisi) yang merupakan episode kedua yang didiskusikan ini, ‘Kota Kekasih’ (puisi), ‘Bulan di Atas Bara’ (novel), ‘Antara Bumi dan Langit’ (Novel), ‘Menanti Musim Berganti’ (Novel), ‘Buku 42 Kritik Film (Kritik Film), “Arsitektur Tradisional Sulsel, Pusaka Warisan Budaya Indonesia”, Mengolah Limbah Domestik dengan Filter Biogeokimia”, dan ikut dalam ontologi ‘Ombak Makassar’, “Sastra Kepulauan”, ‘Pintu yang Bertemu”,” Baruga”,” Mimpi Kesepi Puisi dan Nyanyian Tiga Pengembara”. (*).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

UKI Paulus Kukuhkan 621 Wisudawan di Usia ke-62, Siap Buka Fakultas Kedokteran

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKI Paulus) Makassar menandai usia ke-62 dengan menggelar wisuda 621 mahasiswa,...

Pemkab Sinjai Tambah Armada Pemadam Kebakaran

PEDOMANRAKYAT, SINJAI -- Bupati Sinjai Dra.Hj. Ratnawati Arif menyerahkan satu unit mobil pemadam kebakaran (Damkar) kepada Kepala Dinas...

Carter KM Nggapulu, 2.000 Alumni SMANSA Makassar Berlayar ke Semarang untuk Meriahkan Temu Nasional IV di Yogyakarta

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Menumpang Kapal Motor (KM) Nggapulu milik PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni), sekitar 2.000 orang alumni...

Penuh Kedamaian, Bupati Sinjai Terima Aksi Demonstrasi

PEDOMANRAKYAT, SINJAI -- Bupati Sinjai, Hj. Ratnawati Arif bersama Wakil Bupati Andi Mahyanto Mazda menemui massa aksi demonstrasi...