“Jadi kalau /merubah/ mengindikasikan perubahan bentuk menjadi apa?,” pancing saya lagi.
“Saya mengharapkan Bapak merubah niatnya pensiun dini, bagaimana memaknai kalimat ini?,” para mahasiswa kembali diam.
Kalau kita merujuk pada makna ‘mengindisikan perubahan’, itu berarti “kita mengharapkan Bapak” itu mengindikasikan menjadi rubah (serigala) atau ‘membuat jadi’ serigala. Bayangkan seseorang kita harapkan harus mengubah dirinya menjadi serigala hanya karena kita salah kaprah menggunakan diksi /merubah/. Mendengar penjelasan saya, para mahasiswa terdiam.
“Saya mengharapkan kepada seluruh mahasiswa di kelas ini, jika ada teman dan sahabat yang salah menggunakan dua kalimat tersebut harap dikoreksi. Tetapi dengan cara-cara yang santun. Jangan sampai berdebat hingga menimbulkan tindakan anarkis di antara Anda semua.
Dipolisikan
Saya juga tertarik dengan judul pada halaman 49 “Bentuk Unik Kata Memolisikan”.
“Siapa yang mempolisikan saya, akan saya polisikan balik!,” kata politisi Fadli Zon menyambut ancaman pelaporan atas dirinya terkait kasus hoaks yang disebarkan oleh Ratna Sarumpaet.
Kita sering membaca diksi ‘mempolisikan’ ini di media cetak atau media daring. Jadi, sangat akrab dengan pembaca. Tetapi kata /mempolisikan/ yang benar adalah /memolisikan/ karena fonem /p/ akan luluh menjadi /m/ jika mendapat prefik /mem/.
“Apa arti kata /memolisikan/?,” tanya penulis dalam bukunya itu.
Jika kita ingin mencari makna sesuai fungsi, katanya, lazim imbuhan /me-kan/, maka ada makna-makna semacam ‘membuat jadi’,(seperti pada kata ‘membangunkan’), ‘menyebabkan jadi’ (pada kata ‘menjauhkan’ dan ‘memecahkan’), ‘melakukan perbuatan’ (pada kata ‘memukulkan’). ‘melakukan pekerjaan orang lain’ (pada kata ‘membelikan’), “memasukkan ke” (pada kata ‘memenjarakan’).
Jika kita melihat fungsi awalan /me/ dikaitkan dengan kasus /mempolisikan/ itu, jelas tidak ada yang mengakomodasi makna ‘memolisikan’ (penulisan yang baku).
“Ketika Fadli Zon mengatakan ‘mempolisikan’ atau ‘memolisikan’ Denny Siregar misalnya, sudah tentu yang dia maksud bukan ‘membuat Denny Siregar menjadi polisi’. Lalu apa?
Kita sudah sama-sama memaklumi bahwa arti kata ‘memolisikan’ adalah melaporkan seseorang ke polisi agar orang tersebut ditangkap, lalu ditindak oleh polisi sesuai aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian, kata tersebut keluar dari fungsi-fungsi standar imbuhan /me-kan/ yang sering kita baca dan temukan dalam kalimat berita media cetak atau di media sosial.
Hanya saja, kita sering tidak taat asas dalam menggunakan bahasa, khususnya terhadap kata-kata yang memperoleh prefik seperti ini. Kita lihat saja lema /pengaruh+i/ kerap ditulis /mempengaruhi/ padahal seharusnya /memengaruhi/. Begitu pun dengan /memposisikan/ seharusnya /memeosisikan/, dan /mempercayai/ menjadi ‘memercayai/.
Pengguna bahasa yang selalu melakukan kesalahan seperti ini sebenarnya agak ‘mbalelo’ (plin-plan) menggunakan dan “memperlakukan” kata yang memperoleh presfik /mem/. Sebab, pada kata-kata lain yang awal kata dasarnya fonem /p/, pengguna bahasa juga konsisten.
Misalnya, kata /memutus/ dari kata /putus/, tidak pernah mengatakan atau menulis /memputus/kan/. Begitu pun /meminjam/ dari kata /pinjam/ tidak pernah menulis kata /mempinjamkan/.
Mungkin hanya persoalan latah saja karena mendengar dan membaca banyak orang yang salah menggunakannya, sehingga ikut-ikutan. Padahal ‘bahasa itu menunjukkan bangsa’, demikian bunyi pepatah Melayu yang bermakna bahwa bahasa dapat mencerminkan peradaban dan martabat bangsa atau orang tersebut.
Terima kasih, Bung Willy sudah menghadiahkan sebuah buku yang memicu saya menulis dan bisa menebengkannya dengan pengalaman mengajarkan berbahasa Indonesia yang baik dan benar kepada para mahasiswa. Salam sehat selalu. (Makassar, 11 Januari 2025).