PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Di balik kemasan cantik dan janji kulit mulus, MH Skincare ternyata menyimpan sisi kelam. Kasus yang melibatkan peredaran kosmetik ilegal berbahan berbahaya seperti merkuri dan hidrokuinon ini kembali menyita perhatian publik.
Kasus ini, tidak hanya menyingkap praktik curang, tetapi juga memunculkan kontroversi terkait dugaan manipulasi hukum.
Pengungkapan Praktik Ilegal
Kisah ini bermula dari penggerebekan aparat yang menemukan produk-produk kosmetik yang melanggar regulasi kesehatan.
Tiga nama mencuat sebagai tersangka utama yaitu, Mira Hayati, yang dijuluki “Ratu Emas,” bersama dua rekannya, Agus Salim dan Mustadir Dg Sila. Mereka diduga menjadi otak di balik peredaran produk yang mengancam kesehatan konsumen.
Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto, mengonfirmasi, berkas perkara ketiganya telah dinyatakan lengkap alias P21 dan siap dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum. Namun, jalannya proses hukum tidak berjalan mulus.
Pembantaran yang Memicu Tanda Tanya
Mira Hayati dan Agus Salim, yang semula ditahan, mendapat pembantaran ke rumah sakit dengan alasan kesehatan.
Mira Hayati dirawat di RSIA Permata Hati, sedangkan Agus Salim di RS Ibnu Sina karena keluhan sesak napas dan nyeri dada. Keputusan ini langsung menuai kritik.
Farid Mamma, Direktur Pusat Kajian Advokasi dan Anti Korupsi Sulawesi Selatan (PUKAT Sulsel), dengan tegas menyatakan, pembantaran harus berdasarkan kondisi medis darurat yang diverifikasi secara objektif.
“Pembantaran adalah hak yang tidak boleh disalahgunakan. Masa pembantaran tidak dihitung sebagai pengurangan pidana, dan prosedurnya harus jelas,” ujarnya di sebuah Warkop di bilangan bundaran pasar Pa' Bareng-Bareng kota Makassar, Selasa, 21 Januari 2025 malam, sekira pukul 19.45 WITA.
Farid juga mengingatkan risiko manipulasi hukum. “Jika ini hanya dalih untuk menghindari jerat hukum, maka ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan,” tambahnya.
Jerat Hukum dan Dugaan Persekongkolan
Kasus ini semakin rumit dengan keterlibatan Fenny Frans, istri dari Mustadir Dg Sila. Fenny diduga memainkan peran penting dalam mendukung praktik ilegal suaminya. Farid pun menjelaskan keterlibatan Fenny dapat dijerat dengan Pasal 55 dan 56 KUHP tentang persekongkolan dalam tindak pidana.
“Keterlibatan ini mencakup dukungan terhadap kejahatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semua pihak yang terlibat harus ditindak tegas sesuai hukum,” tegas Farid.
Polemik dan Tanggapan Kuasa Hukum
Firajul Syihab, kuasa hukum Agus Salim, membantah tudingan, kliennya mencoba menghindari proses hukum. “Klien kami mengalami gangguan kesehatan serius dan sedang menjalani perawatan intensif di RS Ibnu Sina,” katanya.
Namun, pernyataan ini tidak sepenuhnya meredakan kritik. Publik terus mempertanyakan apakah pembantaran tersebut benar-benar sesuai prosedur atau hanya akal-akalan belaka.
Ujian Integritas Aparat Penegak Hukum
Kasus MH Skincare menjadi ujian besar bagi penegak hukum dalam menjaga integritas di tengah sorotan publik. Keputusan-keputusan yang diambil dalam kasus ini akan menjadi tolok ukur keadilan dan transparansi.
Farid Mamma menegaskan, “Hukum harus berlaku adil tanpa pandang bulu. Tidak boleh ada kesan tebang pilih atau perlakuan istimewa terhadap tersangka tertentu.”
Sebagai penutup, kasus ini menjadi pelajaran penting tentang bahaya kosmetik ilegal dan perlunya pengawasan ketat.
Di sisi lain, kasus ini juga menjadi pengingat betapa pentingnya integritas dalam penegakan hukum. Manipulasi dan pelanggaran keadilan tidak boleh diberi tempat dalam sistem hukum Indonesia.
“Tidak ada yang kebal hukum, baik mereka yang berada di depan maupun di balik layar,” pungkas Farid.(Hdr)