PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR -- Stroke merupakan gangguan kesehatan yang menjadi tantangan berat dan harus menjadi prioritas kita bersama. Untuk mencegah kecatatan akibat stroke diperlukan pendekatan multimodal yang terintegrasi.
“Pertama, pengendalian genetis berbasis populasi, telah dirintis melalui pembuatan ‘database’ pasien stroke, memulai ‘profiling gene’ (suatu teknik yang digunakan untuk menganalisis ekspresi gen dalam suatu organisme atau sel) untuk mengidentifikasi faktor risiko genetik pada populasi Sulawesi Selatan. Selanjutnya, pengembangan ‘Polygenic Risk Score’ (PRS) untuk mengidentifikasi individu dengan risiko tinggi stroke secara akurat,” ungkap Prof.Dr.dr.Andi Kurnia Bintang, Sp.S.(K), M.Kes. dalam orasi ilmiah penerimaan jabatan Guru Besar dalam Bidang Neurovaskuler: Neurovaskuler & Neurooftalmologi-Neurootologi Fakultas Kedokteran Unhas, Rabu (22/1/2025).
Dalam orasinya yang berlangsung dalam Sidang Paripurna Senat Akademik di Ruang Senat Kampus Unhas Tamalanrea, ibu empat anak yang dilahirkan di Makassar, 2 Mei 1964 tersebut mengatakan, kedua, kerja sama dengan tim neurovaskuler intevensi untuk pengembangan lanjut terapi fase hiperakut dan perluasan pelayanan.
“Ketiga, pengembangan penelitian lanjutan dan inovasi terapi terkait modulasi penyembuhan alamiah dengan kolaborasi interdisipliner, termasuk neurorestorasi, rehabilitasi medik, dan terapi fisik serta gizi klinik,” dokter lulusan Unhas (1989), Spesialis Penyakit Saraf Unhas (2003) dan SpI/Magister (2006) tersebut.
Andi Kurnia Bintang yang lulus doktor di Unhas (2014) menyebutkan, stroke merupakan penyebab utama kecatatan di dunia dan penyebab kematian kedua.
Mengutip “The Global Stroke Fact Sheet” yang dirilis tahun 2022, istri H.Anastas Dwijaya, S.E.,M.M. ini menyebutkan, risiko terkena stroke telah meningkat sebesar 50% selama 17 tahun terakhir. Saat ini diperkirakan 1 di antara 4 orang akan terkena stroke selama hidup mereka.
“Menurut data survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 per 1.000 penduduk. Stroke merupakan penyakit katastropik (penyakit yang sangat buruk menghancurkan dan menyebabkan kerusakan besar) dengan pembiayaan tinggi ketiga setelah penyakit jantung dan kanker pada tahun 2023 dengan biaya mencapai Rp 5,2 triliun,” ujar Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Unhas 2019-2023 tersebut.
Andi Kurnia Bintang menjelaskan, stroke adalah kondisi ketika suplai darah ke otak terganggu atau berkurang. Hal ini terjadi karena adanya sumbatan oleh trombus (gumpalan darah yang terbentuk dalam pembuluh darah atau jantung) dan emboli (stroke iskemik – disebabkan oleh sumbatan pada pembuluh darah otak, sehingga mengganggu aliran darah dan oksigen ke jaringan otak) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik, disebabkan oleh perdarahan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan pada jaringan otak dan mengganggu fungsi otak). Akibatnya, bagian otak yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut akan mengalami kerusakan dan menimbulkan kecacatan.
“Stroke iskemik meliputi 80-85% dari semua kasus stroke,” ujar Andi Kurnia Bintang mengutip Ntaios, G.H.R (2017) “Rmbolic Stroke, Circulation”.
Mengutip P2PTM Kemenkes (2017(, “Germas Cegah Stroke”, Ketua Satuan Pemeriksa Internal (SPI) RS Unhas (2014-sekarang) tersebut mengemukakan, penanganan stroke secara komprehensif meliputi (1) prevensi primer, (2) penanganan fase hiperakut (‘early’ – dini/cepat, -- 0-6 jam dan ‘late’ – telat – 6-24 jam, (3) penanganan fase akut *24 jam-1 minggu), (4) penanganan pascafase akut (subakut1-3 minggu, konik, 3 minggu-3 bulan, dan (5) prevalensi sekunder.
Prevensi sekunder, kata Andi Kurnia Bintang, merupakan upaya terbaik menurunkan angka kecatatan. Salah satu strategi melalui pengendalian faktor risiko, yakni merupakan kondisi individu yang meningkatkan kerentanan individu untuk mengalami arteroskleorsis (suatu kondisi saat dinding pembuluh darah arteri menjadi kaku dan menebal karena penumpukan plak (lemak dan kolesterol) dan kalsium. Beberapa faktor dapat dikendalikan seperti hipertensi, diabetes melitus, hiperkolestoral, kebiasaan merokok, pola makan tidak sehat.
“Namun terdapat faktor yang tidak dapat dikendalikan seperti usia, jenis kelamin, ras-etnik, dan faktor genetik,” imbuh Prof. Andi Kurnia Bintang.
Ketua Departemen Neuologi Fakultas Kedokteran Unhas Dr.dr.Jumraini,Sp.S., Subsp.N.R.E. (K) pada acara ramah tamah usai acara pengukuhan dan pidato penerimaan jabatan Guru Besar itu mengatakan, kehadiran Prof.Dr.dr.Andi Kurnia Bintang, Sp.S. (K), M.Kes bagaikan turunnya hujan di tengah kemarau panjang merindukan hadirnya maha guru di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Unhas, setelah Prof.Dr.dr.Amiruddin Aliah, M.M., Ap.S.(K) yang menjadi promotor pendidikan doktornya. (mda).