“A Baso Matutu bahkan divonis pidana akibat menggunakan bukti palsu. Namun, eksekusi tetap dilakukan,” tuturnya geram.
Kuasa Hukum Ahli Waris juga melaporkan tiga hakim PN Makassar ke Komnas HAM RI atas dugaan pelanggaran UU No. 39/1999 tentang HAM Pasal 8 dan 17. “Bahkan kami sudah menyampaikan surat ke Mahkamah Agung tentang putusan yang tidak adil dan memihak kepada penggugat A Baso Matutu,” tambahnya.
Dalam persidangan pertama di PN Makassar (2018), Alif menuding Ketua Majelis Suratno, SH beserta hakim anggota Adhar, SH, M.Hum, dan Harto Pancono, SH, menghilangkan alat bukti krusial.
“Putusan itu cacat hukum. Kami mendesak ketiganya diproses karena terlibat mafia peradilan,” tegasnya.
Menurut Alif, seluruh bukti sah seperti sertifikat hak milik, IMB, PBB, dan bukti lainnya yang sah tidak dipertimbangkan mulai dari bukti T1-1 s.d T1-48. Sedangkan T1-49 s.d T1.60 dihilangkan dan tidak dimuat dalam putusan.
KY disebut telah memberi sanksi terhadap tiga hakim tersebut. Sementara A Baso Matutu, menurut Alif, telah menjalani hukuman 7 bulan penjara atas pemalsuan bukti dan ditambah 1 tahun 6 bulan penjara juga pemalsuan bukti yang diajukan dalam perkara perdata No 49/Pdt.G/2018/PN Mks.
“Dia hanya membawa fotokopi dokumen tanpa asli, tapi pengadilan mengabulkannya. Ini kejanggalan nyata,” tandas Alif. (Hdr)