Koordinator Lapangan aksi, Mustakim, mengungkapkan bahwa berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, izin operasional Daun Coffee telah kedaluwarsa sejak Maret 2024. Selain itu, pihak kafe juga disebut tidak mampu menunjukkan izin mendirikan bangunan (IMB) yang masih berlaku.
“Tuntutan utama kami adalah terkait penjualan minuman beralkohol di lokasi yang masuk dalam zona terlarang berdasarkan Peraturan Wali Kota (Perwali), yang melarang keras penjualan Minol dalam radius 200 meter dari tiga tempat, yaitu tempat pendidikan, tempat ibadah, dan rumah sakit. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa Daun Coffee tetap menjual Minol dengan jarak hanya sekitar 10 meter dari sekolah, masjid, dan gereja,” ungkap Mustakim.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya juga turut memberikan kesaksian mengenai dampak negatif keberadaan kafe tersebut. Menurutnya, area parkir kafe sering kali meluas hingga ke Jalan Rajawali dan Jalan Kakatua, menyebabkan kemacetan dan ketidaknyamanan bagi warga sekitar. Ia juga menuturkan bahwa pada bulan Desember lalu, selama tiga minggu berturut-turut terjadi perkelahian di sekitar kafe hingga hampir mencapai Jalan Rajawali.
“Kalau malam minggu, pengunjungnya ramai sekali, bahkan sampai pukul 03.00 atau 04.00 pagi. Sudah sering terjadi keributan di sekitar kafe ini, bahkan hampir setiap hari ada orang yang bertikai setelah keluar dari Daun Coffee,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Daun Coffee belum memberikan tanggapan resmi kepada awak media terkait tuduhan yang dilayangkan oleh Ormas Pandawa Pattingalloang serta warga setempat. Masyarakat kini menantikan respons dari pihak kafe serta langkah-langkah yang akan diambil oleh pemerintah dan dinas terkait dalam menangani permasalahan ini. (And)