Lanjut Amiruddin, kami melihat Klien kami di kejar pada persoalan IUP atas lokasi pekerjaan tambang di Morowali, padahal Klien kami hanya subkon yang dipekerjakan oleh PT. Eneresteel sebagai pemegang IUP, jadi sangat keliru ketika klien kami hanya subkon dari pemegang IUP, berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK).
Pihak Keluarga Minta Perlindungan Hukum
Di sisi lain, anak Hj. Nursanti, Nur Fadillah, menyampaikan keberatan atas status tersangka yang disematkan kepada ibunya. Ia menyesalkan tindakan penyidik yang menjadikan ketidakhadiran dalam pemanggilan sebagai alasan utama penetapan tersangka.
“Kami sangat keberatan dengan langkah ini, terlebih lagi berita mengenai ibu kami sudah menyebar di media online. Kami meminta perlindungan hukum agar kasus ini ditangani dengan adil,” ujar Fadillah.
Pihak keluarga juga menjelaskan, kendala dalam pembayaran hasil perjanjian kerja sama pertambangan terjadi akibat pemindahan atau take over dari PT Eneresteel ke PT GNI tanpa sepengetahuan Hj. Nursanti. Hal ini dinilai sebagai faktor utama yang menyebabkan adanya kesalahpahaman dalam kasus ini.
Kuasa hukum Hj. Nursanti berharap agar penyidikan dilakukan secara transparan dan berbasis pada fakta hukum yang ada, sehingga klien mereka dapat memperoleh keadilan.
“Kami ingin proses ini berjalan sesuai hukum yang berlaku, tanpa ada intervensi atau tekanan dari pihak manapun,” pungkas Amiruddin.(Hdr)