PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Kuasa hukum Hj. Nursanti, yang terdiri dari Amiruddin SH MH, Parawidi Wesanggeni, dan Nanda Yusuf SH, menegaskan, penetapan klien mereka sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana Penipuan penuh dengan kekeliruan.
Mereka meminta Polda Sulsel untuk melakukan penyidikan sesuai prosedur hukum yang berlaku dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan hukum.
Dalam konferensi pers di Carita Cafe Hotel Claro, Makassar, Jumat malam (7/3/2025), Amiruddin menjelaskan, perkara ini bermula dari perjanjian kerja sama dalam aktivitas pertambangan yang telah disepakati antara pihak-pihak terkait.
Menurutnya, Hj. Nursanti memiliki legalitas yang sah berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) dari PT Enersteel, sehingga tidak seharusnya ditetapkan sebagai tersangka.
"Hubungan antara H. Junaedi, H. Ambo, adalah kerja sama bekerja tambang atau menambang bersama dengan kesepakatan bagi hasil 50 persen dari hasil Penjualan dan H. Ramlan Badawi hanya sebatas sumbangan dalam pencalonan klien kami pada Pilkada tahun lalu dan tidak diikat oleh perjanjian bisnis antara keduanya melainkan hanya didasari hubungan pribadi, jadi tidak ada unsur pidana yang dapat dikenakan dalam kasus ini," ujar Amiruddin.
Lebih lanjut ia menyoroti, belum ada penjualan hasil tambang yang dilakukan oleh Hj. Nursanti, sehingga unsur tindak pidana dalam kasus ini patut dipertanyakan. Selain itu, mereka mempertanyakan dasar hukum laporan yang diajukan oleh H. Junaedi dan H. Ambo.
"Kami berharap Polda Sulsel tetap berpegang pada prinsip hukum dan tidak salah menerapkan pasal terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP). Tuduhan yang diarahkan kepada klien kami tidak memiliki dasar yang kuat," tegasnya.
Lanjut Amiruddin, kami melihat Klien kami di kejar pada persoalan IUP atas lokasi pekerjaan tambang di Morowali, padahal Klien kami hanya subkon yang dipekerjakan oleh PT. Eneresteel sebagai pemegang IUP, jadi sangat keliru ketika klien kami hanya subkon dari pemegang IUP, berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK).
Pihak Keluarga Minta Perlindungan Hukum
Di sisi lain, anak Hj. Nursanti, Nur Fadillah, menyampaikan keberatan atas status tersangka yang disematkan kepada ibunya. Ia menyesalkan tindakan penyidik yang menjadikan ketidakhadiran dalam pemanggilan sebagai alasan utama penetapan tersangka.
"Kami sangat keberatan dengan langkah ini, terlebih lagi berita mengenai ibu kami sudah menyebar di media online. Kami meminta perlindungan hukum agar kasus ini ditangani dengan adil," ujar Fadillah.
Pihak keluarga juga menjelaskan, kendala dalam pembayaran hasil perjanjian kerja sama pertambangan terjadi akibat pemindahan atau take over dari PT Eneresteel ke PT GNI tanpa sepengetahuan Hj. Nursanti. Hal ini dinilai sebagai faktor utama yang menyebabkan adanya kesalahpahaman dalam kasus ini.
Kuasa hukum Hj. Nursanti berharap agar penyidikan dilakukan secara transparan dan berbasis pada fakta hukum yang ada, sehingga klien mereka dapat memperoleh keadilan.
"Kami ingin proses ini berjalan sesuai hukum yang berlaku, tanpa ada intervensi atau tekanan dari pihak manapun," pungkas Amiruddin.(Hdr)