Dalam kasus ini, UPTD PPA Kota Makassar, menyatakan sikap secara tegas untuk tidak lagi mentolerir upaya perdamaian dalam kasus kekerasan seksual, mengingat hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 2022, Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Informasi yang diperoleh UPTD PPA Kota Makassar dari pendamping yang diturunkan, menyebutkan adanya dugaan perintah dari Kanit PPA Polrestabes Makassar kepada korban untuk meminta uang damai sebesar 10 juta rupiah. “Namun ditolak oleh keluarga dan ini merupakan langkah yang tepat,” ungkap Makmur.
“Tindakan Kanit PPA tersebut dinilai sangat tidak profesional dan melanggar etika sebagai aparat penegak hukum. UPTD PPA menganggap perilaku oknum Kanit PPA Polrestabes Makassar ini sangat memprihatinkan dan meminta agar kasus ini diselidiki secara tuntas,” ujar Makmur.
Lebih lanjut, Makmur juga menyayangkan tindakan Kanit PPA yang memerintahkan petugas pendamping korban dari UPTD PPA Kota Makassar untuk meninggalkan lokasi. Perilaku ini dinilai sebagai penghalangan bagi upaya pendampingan korban dan merupakan pelanggaran serius.
Makmur menyatakan bertanggung jawab atas pemberitaan ini dan berharap agar Kapolrestabes Makassar dan Polda Sulsel segera memeriksa oknum Kanit PPA tersebut.
Terkait banyaknya kasus kekerasan seksual yang mandek atau telah didamaikan di Polrestabes Makassar, UPTD PPA akan mengambil langkah-langkah hukum lebih lanjut. Jika Kapolrestabes Makassar tidak menindaklanjuti laporan ini, UPTD PPA akan melaporkan kasus ini ke Propam Polda Sulsel.
UPTD PPA berkomitmen untuk terus memperjuangkan keadilan bagi korban kekerasan seksual dan memastikan bahwa pelaku diproses sesuai hukum yang berlaku, tanpa pengecualian. (Restu)