“Baru pada tanggal 11 Agustus 2024 saya mengetahui terkait kasus 801 orang itu. Itu pun setelah mendapat telepon dari Kordiv Data KPU dan pesan WhatsApp dari teman-teman media,” jelas Elis.
Elis juga menegaskan kepada majelis hakim bahwa pemberitaan mengenai 801 penduduk yang berpotensi kehilangan hak pilih merupakan pendapat pribadi Theo Limongan, bukan pernyataan resmi lembaga. Hal inilah yang menjadi alasan pengadu, Ruben Embatau, melaporkan Theo ke DKPP. Ruben menilai Theo telah menyebarkan informasi tidak benar atau hoaks yang memicu keresahan di masyarakat.
Fauzia P. Bakti, anggota Majelis/TPD Provinsi Sulawesi Selatan dari unsur masyarakat, menegaskan bahwa kehilangan hak pilih satu orang saja sudah merupakan hal yang serius, apalagi jika menyangkut 800 orang. Pernyataan ini semakin menguatkan betapa pentingnya keakuratan data pemilih dalam proses demokrasi.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu, terutama dalam hal daftar pemilih yang menjadi dasar pelaksanaan hak pilih warga. Sidang ini pun menjadi momentum untuk menegaskan bahwa setiap informasi yang disampaikan oleh penyelenggara pemilu harus didukung oleh bukti yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.(pri).