PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Tiga terdakwa kasus korupsi Proyek Pembangunan Perpipaan Air Limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (Paket C) Tahun 2020–2021 mendapat kelonggaran hukum setelah status penahanannya dialihkan dari Rumah Tahanan (Rutan) menjadi tahanan kota.
Pengalihan ini dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar pada Rabu, 12 Maret 2025 lalu.
Ketiga terdakwa tersebut adalah Jaluh Ramjani (Direktur Cabang PT Karaga Indonusa Pratama/PT KIP), Setia Dinnor (Penjabat Pembuat Komitmen/Paket C), dan Enos Bandaso (Ketua Kelompok Kerja Pemilihan Paket C3). Mereka kini tidak lagi menjalani penahanan di Rutan, melainkan berada di bawah pengawasan di Kota Makassar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, membenarkan adanya perubahan status penahanan tersebut.
Ia menyebut pengalihan ini merupakan hasil penetapan Majelis Hakim yang diketuai Johnicol Richard Frans Sine, dengan hakim anggota Nicolas Torano dan Muhammad Khalid Ali.
“Penetapan ini berlaku sejak 19 Maret 2025 hingga 19 Mei 2025. Masing-masing terdakwa dikenakan biaya jaminan sebesar Rp50 juta yang disetorkan ke Kepaniteraan Tipikor PN Makassar. Selain itu, ada jaminan dari istri dan penasihat hukum masing-masing terdakwa,” ungkap Soetarmi, Rabu, 09 April 2025.
Lanjut Soetarmi, adapun syarat ketat turut mengiringi pengalihan status ini, di antaranya para terdakwa wajib menaati jadwal persidangan, tidak meninggalkan Kota Makassar tanpa izin majelis hakim, serta tidak mengulangi perbuatan melawan hukum.
"Jika salah satu syarat tersebut dilanggar, maka penetapan akan dicabut dan para terdakwa dikembalikan ke Rutan," ujar Soetarmi.
Urai Soetarmi lagi, meski status penahanan berubah, proses hukum tetap berjalan. Sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 9 April 2025 di PN Makassar.
"Dalam dakwaan, ketiga terdakwa diduga kuat telah merugikan keuangan negara sebesar Rp7,29 miliar," tuturnya.
Kasi Penkum menambahkan, perbuatan mereka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Jaksa juga menambahkan dakwaan subsidair dengan Pasal 3 Undang-undang yang sama.
"Kasus ini menjadi sorotan publik, terutama karena pengalihan penahanan dilakukan menjelang perayaan Idulfitri, menimbulkan pertanyaan soal keadilan hukum dan transparansi proses peradilan di Indonesia," Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulsel, Soetarmi, menandaskan.(Hdr)