Oleh: Prof. Dr. Marthen Arie, SH., MH *)
BELUM ada langkah penegakan hukum baik administrasi, pidana maupun perdata terhadap kegiatan tambang galian C di Tikala baik yang berizin maupun yang tidak memiliki izin. Oleh karena itu, jika lokasi tambang galian C di Tikala itu ada izinnya, maka perlu diberhentikan sementara Izin Pertambangan Galian C tersebut, sambil mengevaluasi apa isi dari kebijakan izin tersebut, apakah pemegang izin usaha pertambangan tersebut mempunyai hak untuk melakukan kegiatan ekplorasi, produksi pengangkutan atau penjualan dan apa hak dan kewajiban pemegang izin dalam melaksanakan kegiatan tambang galian C.
Perlu dipahami bahwa kegiatan usaha pertambangan dan lingkungan hidup adalah dua hal yang dapat dipisahkan. Di satu sisi, pertambangan penting bagi negara untuk meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, dan di sisi lain kegiatan pertambangan berdampak kerusakan terhadap lingkungan. Meskipun tidak dapat dipisahkan tetapi prinsip hukum SDA dan hukum lingkungan berbeda dimana hukum SDA Pertambangan lebih pada eksploitasi, sedangkan hukum lingkungan pada pelestariannya atau keberlanjutannya.
Aspek Hukum Tata Ruang sangat penting dalam pengelolaan tambang galian C, karena menentukan arah atau pedoman apakah suatu wilayah boleh atau tidak digunakan untuk kegiatan pertambangan. RTRW adalah instrumen hukum dan kebijakan bagi perizinan tambang, yaitu bagaimana suatu wilayah akan digunakan atau dimanfaatkan. RTRW adalah instrumen pengelolaan dan penataan penggunaan lahan serta disribusi dan kegiatan dalam suatu wilyah.
Jika Tambang galian C (misalnya di Tikala Kabupaten Toraja Utara) berada di zona pemukiman, cagar budaya, dan pertanian, maka aktivitas tambang itu dianggap melanggar RTRW Kabupaten Torut (Perda RTRW Kabupaten Toraja Utara kalau ada), dan karenanya IUPnya bisa dicabut atau dinyatakan batal demi hukum.
Dasar hukumnya, antara lain, adalah UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU Pertambangan Minerba, Perda RTRW dan Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Peninjauan Kembali RTRW. Salah satu prinsip dasar Hukum Tata Ruang dalam Tambang Galian C adalah lokasi tambang harus berada di zona peruntukan pertambangan dalam RTRW Kabupaten/kota/atau provinsi. Tidak boleh ada aktivitas tambang jika lokasi tambang itu ada di zona tersebut.
IUP dapat dicabut atau dibatalkan jika melanggar kewajiban dan larangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pejabat yang mengeluarkan izin tanpa mengacu kepada RTRW bisa dianggap melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang yang bisa dikenakan sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
Apabila pejabat pemerintahan tidak mencabut izin usaha tambang C yang bermasalah, maka sanksinya pejabat tersebut dapat digugat di PTUN, bisa juga kena sanksi pidana Pasal 421 KUHP yang menyatakan, jika pejabat dengan sengaja tidak mencabut IUP demi menguntungkan pihak tertentu/perusahaan bisa dianggap perbuatan penyalahgunaan wewenang. Bisa juga dijerat pasal-pasal hukum dalam UU Tindak Pidana Korupsi karena membiarkan tambang ilegal merusak lingkungan, cagar budaya, dan merugikan warga masyarakat terkena dampak, padahal sudah jelas melanggar aturan.
Akibat yang ditimbulkan kerusakan lingkungan dari tambang galian C di Tikala adalah pencemaran air, merusak kualitas air, untuk warga dan pertanian produktif; Erosi dan longsor membahayakan pemukiman dan akses warga masyarakat sehari-hari; Kerusakan infrastruktur dan jalan desa/kampung karena dilalui alat berat dan truk-truk berat pengangkut hasil tambang; Dan, biaya pemulihan lingkungan pasca tambang sangat mahal.
* Guru Besar Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum UNHAS (***)