“Kalau ditemukan pelanggaran, aktivitas tambang harus dihentikan tanpa kompromi,” tegasnya.
Pernyataan tegas juga datang dari DPR RI. Irjen Pol (Purn) Frederik Kalalembang dalam surat resminya meminta Kapolres Toraja Utara segera menghentikan operasional tambang CV. BD.
Ia menyebut adanya potensi longsor dan banjir bandang yang mengancam keselamatan warga Tikala. Selain itu, Frederik menyoroti proses AMDAL yang diduga tidak melibatkan masyarakat, serta penggunaan jalan umum untuk hauling batu yang memperparah kondisi infrastruktur.
Lebih lanjut, Kepala DLHK Sulsel, Andi Hasbi Nur, meminta Pemda Toraja Utara untuk mengkaji ulang Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR).
“Jika PKKPR dibatalkan karena penolakan masyarakat, maka izin-izin lainnya otomatis gugur,” ujarnya.
Sementara itu, warga Tikala melalui sejumlah tokoh masyarakat telah melayangkan aduan resmi ke DPR RI. Mereka menolak keras keberadaan CV. BD yang dianggap tidak mengantongi izin dari pemilik lahan dan mengabaikan keterlibatan publik dalam penyusunan dokumen lingkungan.
Jermias Rarsina menambahkan, polemik tambang galian C di Tikala kini bukan hanya tentang perizinan dan tata ruang, tetapi telah menjelma menjadi isu hukum dan lingkungan yang serius.
“Desakan demi desakan menguat, menuntut pembatalan izin tambang dan penindakan terhadap pihak-pihak yang terlibat,” urainya.
Semua mata kini tertuju pada langkah Dewan dan aparat penegak hukum untuk merespons aspirasi warga Tikala, pungkas Akademisi Fakultas Hukum UKI Paulus Makassar, Jermias Rarsina. (Hdr)