Dalam sesi lain, Prof. Nasaruddin Umar menyampaikan refleksi mendalam. Ia membingkai haji sebagai bagian dari misi kekhalifahan manusia di bumi, mengutip ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Qudsi yang menggambarkan betapa pentingnya dialog antara manusia dan Tuhannya.
“Allah itu mencintai dialog,” katanya. “Setelah pulang haji, jangan ragu berdialog, karena itu tradisi ilahiah.”
Ia juga mengingatkan, Ka’bah bukan sekadar bangunan, tapi simbol pengampunan dan taubat yang pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim di Makkah.
Tawaf yang dilakukan para jemaah pun disebutnya, sebagai gerakan spiritual yang mencerminkan harmoni dengan para malaikat.
“Hajar Aswad dulunya putih bersih. Tapi karena dosa manusia, kini menghitam. Meski tinggal beberapa butir seukuran kemiri, maknanya tetap suci,” tuturnya penuh makna.
Dalam pemaparannya, Prof. Nasar, juga menyinggung pemikiran Ibnu Arabi dari karya agung Futuhat al-Makkiyah, yang menyebut, pahala 100.000 kali lipat di Tanah Haram tak hanya berlaku di pelataran Ka’bah, tapi di seluruh wilayah Mekkah dan sekitarnya.
Acara ini juga dihadiri oleh berbagai pejabat penting, mulai dari Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji, para Dirjen Kemenag, hingga pimpinan Bank Syariah Indonesia. Kehadiran mereka, baik secara langsung maupun daring, menunjukkan dukungan penuh terhadap kesuksesan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini.
Menag menuturkan, dengan bimbingan manasik skala nasional yang monumental ini, harapannya para calon jemaah haji Indonesia bukan hanya siap secara teknis dan syar’i, tetapi juga lebih memahami makna terdalam dari ibadah ini.
“Terlebih, tahun ini adalah tahun Haji Akbar, momen langka yang penuh keutamaan, keberkahan, dan kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih dekat dengan Sang Pencipta,” Prof. KH. Nasaruddin Umar, menandaskan.(Hdr)