Kartini 4.0: Empowerment atau Eksploitasi?

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Meski Indonesia telah memiliki UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) No. 12 tahun 2022 yang secara khusus mengatur tentang pencegahan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual di Indonesia, namun perlindungan korban KBGO masih belum maksimal. Banyak korban merasa takut melapor, khawatir dicap “lebay” atau malah disalahkan karena penampilannya di media sosial.

Di sisi lain, literasi digital dan gender masih belum menjadi bagian kuat dari pendidikan formal maupun pelatihan komunitas kreator. Padahal, memahami bagaimana algoritma bekerja, bagaimana data personal dapat dimanipulasi, dan bagaimana mengelola komunitas yang aman adalah bagian integral dari pemberdayaan di era digital 4.0 bagi perempuan Indonesia.

Kartini 4.0: Kritis, Kreatif, dan Kolektif

Perempuan yang berprofesi sebagai content creator bukan hanya representasi Kartini masa kini, tetapi juga pewaris tantangan baru. Mereka bukan hanya pencipta konten, tetapi juga pencipta narasi tentang perempuan, suara, dan peran sosial. Kartini 4.0 adalah perempuan yang tidak sekadar ikut tren, tetapi kritis terhadap sistem yang membentuknya. Di balik kemudahan mengekspresikan diri di media sosial, perempuan menyadari bahwa platform digital tidak sepenuhnya netral. Mereka harus peka terhadap bagaimana perempuan diposisikan dalam ruang digital yang sering kali sebagai objek visual, bukan subjek yang berpikir. Contoh Awkarin, salah satu content creator terkenal di Indonesia, sempat menuai kontroversi karena gaya hidup glamor dan ekspresi bebasnya. Namun dalam beberapa tahun terakhir, ia mengubah citra dan mulai menggunakan platform-nya untuk isu-isu sosial: dari advokasi kesehatan mental, bantuan bencana alam, hingga membuka lowongan kerja untuk tim produksi yang ramah gender.Sikap ini mencerminkan bagaimana seorang content creator bisa mengubah cara berpikir publik, dari sekadar konsumsi visual menjadi refleksi kritis.

Baca juga :  Tampung Aspirasi Masyarakat, Jufri Sambara Lakukan Reses di Bokin Rantebua Toraja Utara

Selain itu, Kartini 4.0 tidak hanya kritis, tetapi juga kreatif dalam membangun narasi tandingan. Kreator perempuan berdaya menciptakan konten yang memperlihatkan sisi lain: edukasi, inspirasi, dan transformasi. Mereka menulis buku, membuat podcast, mengadakan webinar, dan membuat konten serial edukatif di TikTok, Instagram, facebook, thread atau YouTube. Contoh Nadira Azzahra, content creator asal Makassar, secara konsisten membahas tentang kesehatan reproduksi, menstruasi, dan seksualitas perempuan dengan cara yang ringan dan edukatif di TikTok. Kontennya menjadi jembatan informasi yang selama ini tabu, khususnya bagi perempuan muda di daerah.

Secara kolektif dalam konteks lokal Makassar, muncul berbagai komunitas perempuan kreatif yang patut diapresiasi, seperti forum kreator lokal, kelas literasi digital, dan gerakan kampus yang mengangkat isu KBGO. Juga ada Komunitas seperti Perempuan Berkisah Sulsel, Komunitas Bersuara, dan beberapa kreator lokal yang menggunakan platform mereka untuk mengangkat isu-isu perempuan Sulsel: dari pernikahan anak, akses pendidikan, hingga kesehatan reproduksi di daerah pinggiran. Namun sinergi dengan pemerintah daerah, media, dan institusi pendidikan masih perlu ditingkatkan agar gerakan ini tidak hanya sesaat.

Penutup : Kartini Ada Di Sekitar Kita

Kartini tidak lagi berselendang dan berkebaya, tapi mungkin mengenakan hoodie sambil mengetik naskah konten, menyusun video edukasi, atau menyuarakan keadilan gender lewat Twitter, Instagram, Facebook, thread, TikTok dan youtube. Mereka adalah Kartini 4.0 yang kritis terhadap struktur yang menindas, kreatif dalam menyampaikan pesan, dan kolektif dalam memperjuangkan ruang aman. Kartini modern bukan hanya mereka yang viral. Kartini adalah perempuan yang berani berbicara di ruang keluarga, mengadvokasi teman yang jadi korban pelecehan, atau mengedukasi satu orang lewat satu konten kecil. Satu suara bisa menyulut ribuan perubahan.

Baca juga :  Tanaman Hidroponik Lapas Bulukumba Semakin Memukau dan Produktif

Hari Kartini seharusnya menjadi pengingat bahwa ruang digital yang tampak bebas sebenarnya juga penuh jebakan. Ruang digital harus diupayakan agar menjadi ruang aman dan setara. Tanpa itu, “pemberdayaan” hanya akan jadi topeng dari “eksploitasi” baru yang membungkus tekanan lama dalam bentuk baru: lebih canggih, lebih halus, tapi tetap menindas.

Selamat Hari Kartini. Perjuangan belum selesai, tapi semakin banyak yang ikut serta. (***)

1
2
TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Panitia Garuda Astacita Nusantara Wilayah Sulawesi Selatan Matangkan Konsep dan Teknis Pelaksanaan Dialog

PEDOMAN RAKYAT - MAKASSAR. Panitia penyelenggara acara dialog publik bertema “Garuda Astacita Nusantara Mengawal Astacita Presiden dan Penandatanganan...

Mengejar Kuliner Setelah Jogging, dari Coto hingga Sup Ubi

PEDOMAN RAKYAT - MAKASSAR. Setelah melakukan jogging, banyak orang yang merasa lapar dan ingin menikmati makanan yang lezat....

16 Peserta Ikuti Grand Final Pemilihan Duta Anak Sinjai

PEDOMANRAKYAT, SINJAI -- Pemkab Sinjai berkomitmen memberikan perhatian dan kepedulian terhadap hak-hak anak untuk dapat mengembangkan potensi diri...

Gelar Musprov PSMTI DKI Jakarta, Suwarno Hardjo Setio Kembali Terpilih Jadi Ketua

PEDOMAN RAKYAT - JAKARTA. Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Provinsi DKI Jakarta baru saja menggelar Musyawarah Provinsi...