PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Sengketa lahan kembali mengemuka di Kota Makassar. Kali ini, PT Aditarina Arispratama membawa persoalan penyerobotan lahan milik mereka di Kelurahan Bitoa, Kecamatan Manggala, ke meja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Makassar.
Melalui kuasa hukumnya, perusahaan itu mengadukan adanya sekelompok warga yang diduga menempati lahan seluas puluhan hektare secara ilegal.
Kuasa hukum PT Aditarina, Andi Alrizal Yudi Putranto mengatakan, pihaknya selama ini telah menempuh berbagai upaya persuasif untuk menyelesaikan masalah tersebut tanpa mengedepankan jalur hukum.
"Sejak awal kami memilih pendekatan persuasif. Kami tidak langsung melaporkan warga yang menempati lahan, karena ini juga menyangkut aspek kemanusiaan," ujar Alrizal kepada wartawan seusai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Makassar, Senin, 19 Mei 2025.
Dalam rapat tersebut, PT Aditarina juga membeberkan dokumen kepemilikan lahan, termasuk Akta Jual Beli (AJB) yang dinyatakan sah oleh instansi pemerintah terkait.
Perwakilan dari Dinas Pertanahan Kota Makassar dan Camat Manggala yang turut hadir dalam forum itu mengakui keabsahan dokumen tersebut.
Kepala Dinas Pertanahan Makassar, Sri Sulsilawati menegaskan, dokumen AJB yang dimiliki PT Aditarina memiliki kekuatan hukum yang lebih tinggi dibandingkan kwitansi pembelian atau penyewaan lahan yang diklaim sebagian warga.
"AJB ini dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, sehingga sifatnya autentik dan punya nilai pembuktian yang kuat dalam hukum pertanahan," kata Sri.
Dari hasil verifikasi dokumen, DPRD Makassar melalui Komisi A menyatakan PT Aditarina sebagai pemilik sah lahan yang disengketakan.
Anggota Komisi A, Tri Sulkarnain Ahmad, menilai perusahaan telah menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan konflik tersebut.
"Mereka tidak menggugat ke pengadilan, tapi menawarkan kompensasi kepada warga agar mau mengosongkan lahan. Ini langkah persuasif yang patut diapresiasi," ujarnya.
Perusahaan, menurut Alrizal, siap memberikan kompensasi berupa uang tunai kepada setiap kepala keluarga yang bersedia hengkang dari lahan tersebut.
Nilai kompensasi disebutkan mencapai jutaan rupiah per keluarga. “Ini sebagai bentuk empati kami kepada warga, meski lahan itu secara hukum adalah milik perusahaan,” katanya.
Camat Manggala, Andi Eldi Indra Malka membenarkan, pihaknya telah menerima dan memeriksa dokumen kepemilikan yang diajukan PT Aditarina.
Ia juga mencatat adanya warga yang secara sukarela mulai meninggalkan lokasi sengketa. “Beberapa warga telah memindahkan barang-barang mereka tanpa paksaan. Mungkin mereka menyadari, lahan yang mereka tempati memang bukan hak milik pribadi,” ujar Eldi.
Meski demikian, Sri Sulsilawati mengingatkan, jika langkah persuasif ini tidak membuahkan hasil, maka perusahaan berhak menempuh jalur hukum.
"Kalau negosiasi tidak lagi memungkinkan, tentu kita kembali ke jalur hukum. Karena dasar kepemilikan PT Aditarina sangat kuat,” katanya.
DPRD Makassar menyarankan semua pihak tetap membuka ruang dialog. Namun, jika tidak tercapai kesepakatan, penyelesaian lewat mekanisme hukum dianggap sebagai jalan terakhir yang sah dan konstitusional. (Hdr)