Sorotan utama datang dari Ustadzah Mulianah, S.Pd., S.H., M.Si. Dalam tausiyahnya, ia membingkai makna Zulhijjah melalui lensa ibadah haji.
Menurutnya, ritual agung itu bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi sebuah transformasi spiritual yang menghidupkan kembali nilai-nilai tauhid.
“Haji adalah puncak penghambaan. Di sana kita belajar melepas ego, menyerahkan diri secara total kepada Allah, dan berdiri sejajar tanpa sekat status sosial,” katanya.
“Ia adalah lambang pengorbanan, kesetaraan, dan kebersamaan umat,” ujar Ustadzah Mulianah.
Dari pantauan awak media, antusiasme para jamaah terlihat nyata sepanjang acara. Banyak yang mencatat, merekam, bahkan tak sedikit yang tampak terharu saat mendengar kisah spiritual dalam perjalanan haji.
Bagi mereka, momentum Zulhijjah bukan sekadar penanggalan dalam kalender hijriah, namun ia adalah panggilan jiwa untuk memperdalam ketakwaan dan memperhalus nurani.
Semarak Zulhijjah ini, lebih dari sekadar seremoni. Ia menjadi refleksi diam-diam, yaitu perempuan Pangkep tidak hanya bergerak dalam ruang domestik, tetapi juga dalam upaya membangun basis keimanan dan nilai luhur di tengah masyarakat yang kian bergerak cepat, Ustadzah Mulianah, S.Pd., S.H., M.Si., menandaskan. (Hdr)