“Perubahan pola ini membuka potensi risiko hukum baru. Karena itu, penting adanya mitigasi sejak awal,” kata Raden.
Dalam pemaparannya, Kajati Sulsel Agus Salim menekankan pentingnya peran Kejaksaan dalam mendampingi Bulog, tidak hanya dari sisi penindakan, tetapi juga pencegahan dan perlindungan hukum.
“Ketahanan pangan adalah program strategis nasional. Peran Kejaksaan tidak hanya bersifat represif, tetapi juga proaktif, antara lain melalui bantuan hukum, pendampingan, dan pertimbangan hukum,” jelas Agus Salim.
Ia menyoroti berbagai potensi kerawanan dalam aktivitas Bulog, seperti dalam proses jual-beli gabah dan beras, hingga pengelolaan gudang.
Lewat kolaborasi erat antara Kejaksaan dan Bulog, Agus berharap proses penyerapan gabah berjalan sesuai aturan, efisien, dan berintegritas.
“Pencegahan jauh lebih penting daripada penindakan. Kita ingin proses ini mendukung ketahanan pangan tanpa diganggu persoalan hukum di kemudian hari,” ujarnya.
Bulog Sulselbar saat ini mengelola 204 unit gudang yang tersebar di 51 kompleks dengan kapasitas total mencapai 408.300 ton.
Dengan 334 personel dan 11 kantor cabang, institusi ini kini menjadi tulang punggung dalam pelaksanaan kebijakan pangan nasional di kawasan timur Indonesia. (Hdr)